Beberapa waktu lalu Elon Musk duduk bersama sekumpulan perwira Angkatan Udara AS dan menyatakan bahwa "era jet tempur telah berlalu." Musk, yang berbicara dengan Letnan Jenderal John Thompson dari Angkatan Udara AS di Simposium Peperangan Udara di Orlando, Florida, mengatakan bahwa masa depan peperangan udara adalah milik drone dan bahwa F-35 Joint Strike Fighter akan "tidak memiliki peluang" melawan sebuah jet tempur drone.
"Era jet tempur telah berlalu," kata Musk, menurut CNBC. “Pertempuran drone adalah masa depan. Bukannya saya ingin masa depan seperti itu - hanya saja, itulah masa depan."
Drone yang dimaksud Musk tampaknya adalah jet tempur yang dikendalikan dari jarak jauh, yang kemampuan dogfight-nya telah ditingkatkan secara otonom. Sebenarnya ini poin yang menarik, tentang bagaimana kecerdasan buatan mengumpulkan data tentang dua pesawat dalam dogfight udara, mulai dari kecepatan di udara hingga pemuatan senjata, dan kemudian mengambil tindakan yang tepat untuk menembak jatuh pesawat lain.
Komputer mungkin bisa melakukannya lebih cepat daripada manusia, seperti halnya superkomputer yang mampu menghitung pergerakan catur yang mungkin lebih cepat daripada seorang master catur manusia. Meskipun teknologi semacam itu belum ada pada saat ini, tapi ini sangat mungkin.
Masalahnya adalah pendapat Musk ini mengabaikan perbedaan mencolok antara jet tempur lama dengan jet tempur siluman generasi kelima seperti F-22 Raptor dan F-35 Joint Strike Fighter. Selama sekitar 70 tahun, pertempuran udara-ke-udara adalah murni bertarung di udara, dengan pesawat bercampur di langit. Munculnya rudal udara-ke-udara secara singkat dianggap telah mengakhiri dogfight, meskipun terbukti salah selama Perang Vietnam, dan jet tempur yang dibangun hanya untuk mengandalkan rudal hasilnya akan menderita. Hingga saat ini, dogfight adalah permainan yang tak terhindarkan dari jet-jet tempur yang saling bermusuhan.
Munculnya pesawat siluman pada era 1980-an menandai perubahan besar dalam pertempuran udara. Fitur siluman membuat pesawat tidak terdetksi radar musuh, sementara di saat yang sama mereka mengintai musuh. Angkatan Udara AS menyadari bahwa kemampuan semacam ini akan memberi 'waktu lebih' bagi pilot jet tempur siluman. Dalam pertempuran dengan jet tempur musuh non siluman, fitur siluman je tempur AS memberi pilot waktu untuk mengatur serangan yang tidak bisa diantisipasi musuh.
Jet tempur F-22 dan F-35 dirancang untuk menjadi pembunuh, bukan petarung. Keduanya dirancang untuk mendeteksi pesawat musuh terlebih dahulu dan kemudian mengatur serangkaian penyergapan. Memang tidak berdiri sendiri, pesawat-pesawat ini biasanya juga akan dibantu data sensor dari berbagai sumber, termasuk pesawat radar tipe AWAC terdekat selain radar jet tempur itu sendiri untuk mengoreksi posisi musuh yang tepat.
Selanjutnya, pilot F-22 dan F-35 akan menggunakan kecepatan dan kelincahan pesawatnya untuk mendapatkan posisi unggul atas musuh. Akhirnya, pilot F-22 dan F-35 melakukan serangan, meluncurkan rudal udara-ke-udara AMRAAM jarak menegah. Kedua jet ini akan menembak jatuh pesawat tempur drone yang dikatakan Musk sebelum memasuki jarak dogfight.
Musk mungkin benar tentang era jet tempur berawak yang hampir berakhir — tetapi itu bukan karena drone. Kemajuan teknologi kontra-siluman, seperti sistem pertahanan udara Rusia, akan mengikis keunggulan jet tempur siluman dan sistem senjata laser yang akan mengubah perang udara secara drastis.
Laser memiliki beberapa keunggulan dibandingkan rudal dan senjata konvensional. Laser ditenagai oleh sistem kelistrikan jet tempur, secara teoritis memberikan jumlah tembakan yang tidak terbatas. Laser berjalan dengan kecepatan cahaya dan dapat menimbulkan kerusakan dari jarak bermil-mil, tergantung pada kekuatannya. Laser tidak dapat dielakkan atau dialihkan dari target, dan laser lebih mudah diarahkan daripada senjata. Efek laser pada perang udara, ditambah dengan sistem pertahanan udara yang semakin canggih, membuat pertempuran udara menjadi terlalu berbahaya bagi pilot.
Elon Musk mungkin benar tentang masa depan pilot jet tempur, tetapi salah tentang mengapa robot akan menggantikan mereka. Itu bukan karena robot secara inheren lebih baik, tapi itu karena akan menyelamatkan nyawa pilot.
Resources
- Popular Mechanics