Militer China kembali meluncurkan pesawat tempur siluman terbaru mereka, J-31, beberapa gambar baru muncul di massa media pemerintah bertepatan dengan kunjungan Menteri Pertahanan AS Leon Panetta.
Entah memang sebuah kebetulan atau taktik China, namun hal ini menarik perhatian Jenderal Herbert Carlisle, komandan Angkatan udara Amerika Serikat di Pasifik. "AS masih berada jauh di depan China soal jet tempur siluman, tapi ini menarik," dikatakannya pada Rabu, 19 September, di konferensi tahunan Asosiasi Angkatan Udara.
Entah memang sebuah kebetulan atau taktik China, namun hal ini menarik perhatian Jenderal Herbert Carlisle, komandan Angkatan udara Amerika Serikat di Pasifik. "AS masih berada jauh di depan China soal jet tempur siluman, tapi ini menarik," dikatakannya pada Rabu, 19 September, di konferensi tahunan Asosiasi Angkatan Udara.
"Sehubungan dengan kemampuan siluman jet tempur Republik Rakyat China, mereka masih berada di belakang kami, tetapi mereka terus berkembang dan akan menjadi lebih baik, dan kami pasti tidak boleh beristirahat atas pencapaian kami selama ini," kata Carlisle.
Dalam beberapa hal, sangat terlihat kemiripan J-31 dengan F-22 dan bahkan F-35 AS. Namun, seperti yang dikatakan john Reed dalam catatannya di Foreign policy, "hanya memiliki bentuk siluman tidak berarti pesawat China tersebut benar-benar siluman. Pesawat siluman modern menggunakan teknologi coating khusus penyerap radar."
Carlisle mengatakan bahwa AS masih memimpin dalam pengembangan pesawat siluman. Program F-35 banyak mengalami hambatan yang besar dan produksi F-22 terhenti dan sangat menghabiskan biaya, namun AS masih memiliki armada jet tempur siluman terbanyak di dunia.
Dia juga memperingatkan bahwa AS tidak boleh jumawa dalam pencapaiannya mengenai teknologi jet tempur siluman, harus dikembangkan lagi karena sewaktu-waktu China dapat mengejarnya.
"Teknologi kami memang lebih canggih, namun teknologi mereka (China) semakin berkembang," kata Carlisle.
Fokus pada pengembangan jet tempur siluman memang bisa memberikan "sepuluh tahun cuti" kepada tentara, karena angkatan udara tidak perlu "berbicara" banyak dalam melawan musuh apabila menggunakan jet tempur siluman. Tapi kenyataannya ini belum teruji, karena F-22 hingga kini belum pernah melakukan misi tempur.
Strategi pertahanan baru Presiden Obama yang mengubah poros ke Asia Pasifik akan memaksa pemimpin Pentagon untuk mengevaluasi kemampuan jet tempur siluman mereka. AS tidak akan memiliki kebebasan menggunakan asetnya di Asia tanpa takut adanya ancaman dari negara-negara seperti China dan Korea Utara.
Komandan Angkatan Udara AS di Pasifik (PACAF) mendesak pemerintah AS untuk kembali mengembangkan teknologi siluman mereka. Menghadapi ancaman pemotongan anggaran pertahanan yang signifikan di masa-masa mendatang, pengembangan lebih lanjut dari teknologi siluman bisa menjadi omong kosong belaka. Carlisle mengatakan bahwa hal ini sangat tidak bisa diterima.
Para petinggi pertahanan AS banyak yang mengharapkan adanya generasi pesawat pembom (bomber) generasi berikutnya yang lebih baik dan memfokuskan upaya penelitian untuk kemajuan teknologi siluman.
Deputi Menteri Pertahanan AS Ash Carter juga mengisyaratkan kemungkinan penelitian lebih lanjut tentang drone siluman. Dia mengatakan bahwa Pentagon berencana untuk melakukan invesatsi ke dalam teknologi drone yang dapat beroperasi di wilayah yang penuh ancaman.
Kembali ke pesawat siluman terbaru China J-31, secara eksternal pesawat ini memang sangat menyerupai F-22A RAPTOR, dikembangkan oleh Shenyang Aircraft Corporation. Shenyang mungkin mengisyaratkan pesawat ini menjadi alternatif bagi Chengdu J-20, sebagai pilihan masa depan bagi Angkatan Udara atau bagi Angkatan Laut China. Di lain sisi, Shenyang juga memproduksi sendiri jet tempur Rusia Su-33 yang mereka namai sendiri dengan J-15.