Sementara masih banyak Angkatan Bersenjata di dunia yang berdebat soal keikutsertaan wanita dalam pertempuran, Uni Soviet sudah sejak lama melakukannya dengan merekrut sekitar 2000 wanita penembak jitu (sniper) selama Perang Dunia II.
Tahun 1941, ketika dengan tanpa alasan NAZI menginvasi Uni Soviet kecuali untuk menunjukkan kekuatannya, jutaan orang Rusia marah, termasuk kaum wanita, mereka pun menjawab panggilan negara untuk mempertahankan tanah air mereka.
Lyudmila Mykhailivna Pavlichenko, 24 tahun, seorang gadis biasa yang sedang kuliah di Fakultas Sejarah Universitas Kiev, Ukraina, melangkahkan kakinya menuju perekrut relawan lokal dan menawarkan dirinya untuk direkrut sebagai infanteri. Namun tentara perekrut yang menghadapinya (kemungkinan seorang laki-laki) mengatakan kepada Pavlichenko bahwa dia lebih cocok menjadi perawat daripada tentara. Pavlichenko pun menolak.
Sepertinya Pavlichenko tidak pernah berpikir untuk memakai seragam perawat dan beraksi layaknya Florence Nightingale. Yang ada dalam pikirannya tampaknya hanya ingin membunuh tentara Jerman yang menginvasi Rusia. Dia kemudian mengeluarkan lencana Voroshilov Sharpshooter dan sertifikat sniper miliknya, yang keduanya dia peroleh saat remaja sebagai anggota OSOAVIAKhIM, sebuah klub menembak khusus non militer yang suatu saat akan dipanggil oleh negara bila dibutuhkan. Pavlichenko sendiri sudah tergabung sejak berusia 14 tahun. Dan akhirnya Pavlichenko diterima.
Setelah lulus dari pendidikan singkat sniper, dengan senapan Mosin-Nagant 1891/30 7,62mm (4x optical scope), Pavlichenko ditugaskan bersama Red Army 25th Rifle Division di dekat Odessa, dimana ia dengan cepat membunuh 187 tentara Jerman hanya dalam waktu dua setengah bulan. Ketika Jerman sudah menguasai Odessa, Pavlichenko kemudian dipindahtugaskan ke Sevastapool di Semenanjung Krimea, di mana disini ia berjuang selama 8 bulan dan menambah lagi angka korbannya sebanyak 122 tentara Jerman. Dalam sebuah pertempuran, Pavlichenko pernah menggantikan komandan batalyon yang tewas dan kemudian ia pun terluka tetapi menolak untuk meninggalkan medan perang.
Dari aksi-aksi snipernya, total Pavlichenko sudah membunuh 309 tentara NAZI (ini hanya jumlah yang dikonfirmasi). Yang lebih mengesankan lagi adalah dari jumlah tersebut, 36 diantaranya adalah juga sniper yang juga ingin membunuhnya, yang salah satu diantaranya telah membunuh lebih dari 500 orang. Hal ini berdasarkan buku catatan yang berisi tanggal dan lokasi penembakan yang dibawa oleh sniper tersebut. Namun tidak bisa dipastikan siapa sniper hebat Jerman itu, hanya sedikit sumber terpercaya yang menyebutkannya. Ada juga yang menyebutkan bahwa sniper itu adalah Heinz Thorvald, seorang Kolonel SS, pemimpin sekolah sniper Jerman di Zossen.
Pavlichenko biasa "pergi berburu" sendiri atau dengan rekannya satu divisinya. Saat fajar, ia akan berbaring diam selama berjam-jam atau hari
untuk menunggu tentara Jerman. Pernah dia dan rekannya terlihat oleh tentara Jerman yang
akhirnya melepaskan tembakan mortir. Rekannya terluka parah dan Pavlichenko
berhasil mengevakuasinya dari medan perang, tapi rekannya tidak
bertahan. Sejak saat itu, dia semakin termotivasi berjuang lebih keras untuk membalas kematian rekannya. Hingga pada bulan Juni 1942, Pavlichenko terluka karena tembakan mortir dan akhirnya ditarik dari pertempuran kurang dari sebulan setelah lukanya pulih.
Selanjutnya Pavlichenko menghabiskan masa perang sebagai instruktur di sekolah
sniper Rusia, dimana disana ia mendidik sniper generasi baru. Setelah perang berakhir, ia melanjutkan kembali kuliah sejarahnya di Universitas Kiev dan selanjutnya bekerja sebagai sejarawan dan peneliti militer untuk Departemen Pertahanan Uni Soviet.
Pada 10 Oktober 1974, Pavlichenko akhirnya meninggal dunia di usia 58 tahun.
Pada tahun 1943, Uni Soviet
menganugerahkan Pavlichenko dengan penghargaan Gold Star of the Hero
(penghargaan tertinggi di Uni Soviet) dan pada tahun 1976 (selang dua tahun sejak kematiannya) diterbitkan perangko untuk
mengenangnya. Lyudmila Pavlichenko adalah
salah satu dari sekitar 2.000 sniper bertugas di
tentara Uni Soviet, hanya 500 di antaranya yang selamat.
Dengan total 309 korban jiwa, Pavlichenko masih memegang rekor untuk jumlah tertinggi korban yang dibunuh oleh sniper wanita. Namun masih jauh dari rekor korban sniper terbaik dalam sejarah "Simo Häyhä" yang sebanyak 542 korban jiwa. (Berbagai sumber/Gambar: internet photo)