Senin, Januari 23, 2012

Sekilas Sejarah Artileri Umat Islam - Manjaneeq (Catapult) dan Mehmed II Cannon

Manjaneeq/Catapult
Manjaneeq/Catapult
Catapult
Nabi Muhammad (SAW) adalah orang pertama dalam Islam yang menggunakan Manjaneeq dalam pengepungan Thaif pada tahun 8H. Beliau juga mengirim beberapa sahabatnya seperti Urwah bin Masood dan Salamah bin Ghaidan ke tempat lain untuk mempelajari Manjaneeq.

Adalah Salman Al-Farisi orang pertama yang memproduksi senjata ini atas perintah Nabi SAW. Salman diberi tanggung jawab oleh nabi Muhammad untuk mengelola industri militer dan memproduksi manjaneeq untuk memperkokoh kekuatan pasukan artileri yang dipersiapkan untuk terjun ke medan tempur.

Pada tahun 16H, Sa'ad bin Abi Waqqaas menggunakan 20 manjaneeq dalam pengepungan Bahura Sher. Muhammad bin Qaasim dilaporkan juga telah menggunakan manjaneeq besar bernama Al-Uroos ("mempelai") yang ditarik oleh 500 orang, dalam pertempuran melawan Raja Daahir di Daibul pada 712 Masehi.

Salah satu karya muslim yang menjelaskan tentang Manjaneeq terdapat pada naskah arab oleh Yusuf bin al-Zaradkash Urunbugha Yaitu Kitabul aniq fi al-manjaneeq.

Manjaneeq merupakan mesin balok pengayun yang dioperasikan oleh orang-orang yang menarik tali pada satu sisi balok sehingga ujung yang lain akan berayun sangat kuat dan menembakkan misil dari tali yang menempel pada ujungnya.

Manjaneeq sebenarnya telah dikenal sebelum masa penaklukan Islam. Bangsa Avar pernah menggunakannya pada penyerbuan Thessalonica di tahun 597 M. Bahkan mesin pelontar ini dipercayai dicipta pertama kali oleh China antara abad ke-5 dan ke-3 SM, dan sampai ke Eropa sekitar 500 M. Lalu pada masa pemerintahan Islam, Salman mengusulkannya kepada Nabi Saw sebagai senjata perang, seperti yang diriwayatkan dalam Sirah al-Halabiyah.

“Hingga pada hari pecahnya dinding benteng Thaif,” demikian Ibnu Hisyam meriwayatkan dalam kitab Sirah-nya, “Sekelompok sahabat Rasulullah Saw masuk ke dalam bawah dababah (secara harfiah, dababah=tangki), lalu mereka berusaha masuk ke dalam dinding benteng Thaif agar mereka bisa membakar pintu benteng. Bani Tsaqif lalu melemparkan potongan-potongan besi yag telah dipanaskan dengan api sehingga membakar dababah yang ada dibawahnya, kemudian Bani Tsaqif melempari mereka dengan anak panah sehingga beberapa orang gugur.”

Perkembangan meriam di era Utsmani - Mehmed II Cannon
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad al-Fatih (Mehmed II 1432-1481M), Kerajaan Utsmani sudah mulai mengembangkan meriam. Teknologi meriam yang dikembangkan pada era kejayaan Utsmani tersebut terbilang paling mutakhir. Pengembangan artileri meriam yang konferehensif Ini terkait karena niat sultan Memed II yang ingin menaklukkan Konstantinopel disamping untuk menjaga kedaulatan kesultanan itu sendiri.

Sang Penakluk – begitu Sultan Muhammad II dijuluki – sengaja memesan meriam berukuran raksasa yang belum ada sebelumnya. “Aku dapat membuat meriam tembaga dengan kapasitas seperti yang Anda inginkan,” kata Orban -seorang ahli insinyur yang diundang Al-Fatih ke Adrianopel (ibukota Ottoman), “Aku telah mengamati secara detail tembok di Konstantinopel. Aku tidak hanya akan memorakporandakan tembok itu dengan senjataku. Bahkan, tembok Babilonia pun akan hancur karenanya”. Meriam tersebut dapat dilepas menjadi 2 bagian, sehingga memudahkan mobilisasinya.

Meriam Mehmed II
Bagian yang dapat dilepas
Diciptakan pada 1464 M dan merupakan meriam terhebat di dunia kala itu. Meriam raksasa yang dikenal dengan Meriam Mehmed II itu berbobot mencapai 18 ton. Panjangnya sekitar 5,23 meter dan diameternya mencapai 0,635 meter. Panjang larasnya mencapai 3,15 meter dan tempat mesiunya berdiameter 0,248 meter. Meriam ini sanggup melontarkan bola besi padat berdiameter 70 cm dengan berat 680 kg sejauh 1,6 km.
Meriam Mehmed II
Meriam Mehmed II (The Mohammed’s Greats Gun)
Pasukan artileri (bagian meriam) yang dimiliki Sultan Muhammad juga diperkuat oleh sederet desainer dan insinyur yang mumpuni di bidang teknologi persenjataan. Beberapa ahli meriam yang termasyhur yang bergabung dalam tim artileri itu antara lain, Saruca Usta dan Muslihiddin Usta. Tak sedikit pula non-Muslim bergabung dalam kelompok artileri. Mereka adalah orang-orang miskin yang tak puas dengan kebijakan Bizantium. Saat menaklukkan Konstantinopel, — ibu kota Bizantium — pasukan tentara Utsmani mengepung dan menjebol benteng pertahanan musuh dengan meriam tersebut.

Senjata meriam raksasa yang diciptakan pada masa kejayaan Daulah Utsmani itu memiliki daya jangkau dan daya ledak yang terbilang luar biasa. Dalam Pertempuran Dardanelles, meriam itu mampu menenggelamkan enam kapal Sir John Ducksworth. Jangkauan Meriam Mehmet II mampu melintasi selat sejauh satu mil.

Meriam Mehmed II
Meriam Mehmed II (The Mohammed’s Greats Gun)
Meriam raksasa itu kini berada di Fort Nelson Museum. Meriam itu dihadiahkan Sultan Abdul Aziz kepada Ratu Victoria sebagai hadiah. Pada saat berkuasa Sultan Abdul Aziz sempat diundang oleh Ratu Victoria. Setahun kemudian, meriam bersejarah itu pun dihibahkan kepada sang ratu.