Mendesain sebuah pesawat terbang yang dapat terbang dengan kecepatan tinggi sambil membawa banyak senjata berat, dan memiliki kemampuan lepas landas dan mendarat di dek penerbangan pendek yang panjangnya hanya beberapa ratus meter selalu merupakan tantangan yang berat.
Pesawat tempur yang berbasis kapal induk biasanya memiliki sayap lipat untuk kemudahan penyimpanan, landing gear, dan arrester equipment (alat penangkap) yang kuat, dan daya tahan yang lebih baik untuk menahan keausan akibat operasi berbasis laut. Semua rekayasa ini sangat membebani ketimbang mengembangkan pesawat tempur berbasis darat.
Namun sejak Perang Dunia II berakhir, pesawat-pesawat tempur berbasis kapal induk sudah kurang mendapatkan "jatah" untuk bertempur melawan musuh-musuh di darat.
Untuk daftar ini, pesawat tempur kapal induk yang kami pilih tidak hanya yang efektif, tetapi juga yang memiliki dampak operasional yang signifikan. Jadi pesawat-pesawat tempur kapal induk modern saat ini seperti Super Hornet atau Rafale-M tidak dimasukkan karena mereka belum pernah menjalani pekerjaan tempur yang intensif.
Pesawat-pesawat yang masuk dalam daftar ini juga adalah pesawat-pesawat yang memiliki kemampuan pertempuran udara-ke-udara yang baik. Karena itu, beberapa pesawat kapal induk yang luar biasa seperti Douglas SBD Dauntless, A-1 Skyraider, dan A-4 Skyhawk yang tergolong sebagai pesawat serang utama, tidak dimasukkan dalam daftar kali ini, meskipun adakalanya mereka berhasil dalam pertempuran udara-ke-udara.
1. Mitsubishi A6M Zero
Mitsubishi A6M Zero. (Gambar via Pinterest) |
A6M Zero adalah pesawat tempur elegan yang dirancang oleh insinyur Jiro Horikoshi untuk Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. Berat kosongnya kurang dari 1.700 kg. Mesin radial Zero 840 hp (tenaga kuda) membuatnya mampu terbang sejauh 2.574 kilometer hanya dengan bahan bakar internal, mengalahkan dan melampaui kemampuan banyak pesawat tempur berbasis darat kontemporer dengan kecepatan tertingginya 533 km per jam.
Ketika Jepang melancarkan serangan mendadaknya ke Pearl Harbor dan wilayah lainnya di seluruh Asia dan Pasifik Barat, Zero yang diterbangkan oleh pilot-pilot veteran Jepang telah memberikan teror terhadap pesawat-pesawat tempur Sekutu, seperti Hawker Hurricane dan F4F Wildcat yang berada di bawah Zero dalam hal kecepatan dan kemampuan manuver. Pilot Sekutu bahkan menghabiskan tahun pertama Perang Pasifik untuk mengembangkan mengatasi kemampuan Zero.
Namun, tidak seperti pesawat tempur berbasis kapal induk lain yang sukses, Zero akhirnya gagal berkembang ketika pesawat lawan sudah memiliki kecepatan yang sama. Performa Zero yang luar biasa diperoleh dengan cara menghilangkan hampir semua perlindungan lapis bajanya. Keadaan bertambah buruk ketika pesawat tempur Sekutu sudah lebih cepat dan lebih lapis baja serta mengangkut persenjataan yang lebih berat.
2. Vought F4U Corsair
Vought F4U Corsair. (Gambar via modelist-konstruktor.org) |
Pada tahun 1943, Grumman F6F Hellcat mengakhiri dominasi Zero, menembak jatuh ratusan pesawat Jepang itu dalam pertempuran udara, seperti dalam Pertempuran Laut Filipina yang dijuluki oleh AS sebagai "Great Marianas Turkey Shoot".
Hellcat lebih dulu digunakan meskipun F4U Corsair berkinerja lebih tinggi. Corsair terkenal dengan desain sayap camarnya yang unik, tetapi kesulitan mendaratkannya menyebabkan Angkatan Laut menunda pengoperasiannya di awal-awal pengembangannya. Pada akhirnya Corsair dengan cepat terbukti sangat sukses sehingga Angkatan Laut AS dan Inggris mengadopsinya dalam layanan.
Mesin Double Wasp Corsair yang kuat membuatnya cepat dan mematikan, mencetak rasio pembunuhan 11: 1 terhadap pesawat tempur Jepang, yang menjulukinya "Whistling Death." Corsair memainkan peran penting dalam mencegat serangan Kamikaze Jepang dan memberikan dukungan darat untuk Marinir di Iwo Jima dan Okinawa menggunakan napalm cannister dan roket berkecepatan tinggi.
Hebatnya, ketika karier Corsair baru dimulai, pada 1950-an, Corsair kembali beraksi di langit Korea dan Vietnam yang diduduki Prancis, terutama digunakan dalam peran serangan darat. Pesawat tempur Corsair terbang malam yang dilengkapi radar menembak jatuh pesawat Korea Utara. Pilot Corsair, Guy Bordelon, hanyalah personel angkatan laut biasa dari Perang Korea, dan satu Corsair bahkan menembak jatuh jet MiG-15.
Karier perang Corsair berakhir dengan kekerasan pada Juli 1969, ketika El Salvador menyerbu Honduras karena pertandingan sepak bola. Kedua belah pihak mengoperasikan Corsair, dan seorang pilot F4U Honduras menembak jatuh dua Corsair dan P-51 Salvador sebelum perang berakhir yang berlangsung selama empat hari.
3. Grumman F9F Panther
Grumman F9F Panther. (Gambar via oldafsarge.blogspot.com) |
Panther adalah pesawat tempur pertama yang berhasil diintegrasikan ke dalam sayap udara kapal induk Angkatan Laut Amerika Serikat untuk layanan jangka panjang. Pesawat ini mengemas empat kanon dua puluh milimeter dan terbang ratusan kali dalam serangan selama Perang Korea. Pesawat ini mencetak jet-on-jet aerial kill pertama dalam sejarah dengan menenggak MiG-15 pada 9 November 1950.
Meskipun keduanya ditenagai oleh mesin turbojet serupa yang berbasis pada mesin Rolls Royce Nene, Phanter (sayap-lurus) hanya bisa mencapai kecepatan 997 km per jam, dibandingkan dengan 1.078 km per jam dari MiG-15 (sayap-menyapu). Namun, itu tidak mencegah seorang pilot Phanter tunggal melahap empat MiG-15 Soviet dalam pertempuran udara yang berputar-putar di Laut Jepang pada tahun 1952.
Seperti halnya pesawat- tempur angkatan laut terbaik lainnya, Phanter juga berevolusi dengan anggun dari waktu ke waktu, berkembang menjadi lebih modern dengan mengunakan model sayap-menyapu yang disebut "Cougar."
4. Harrier
Harrier. (Gambar via Pinterest) |
Ada banyak varian Harrier yang dibuat oleh berbagai pabrikan, tetapi daya tarik dasarnya selalu sama, yaitu: mesin vector-thrust turbofans yang memungkinkannya lepas landas dan mendarat secara vertikal seperti helikopter dari dek kapal induk amfibi kecil atau pangkalan yang tidak memiliki landasan pacu.
Namun, kapabilitas Harrier ini juga harus dibayar. Meskipun memiliki kemampuan udara-ke-udara, Harrier adalah jet subsonik yang akan berada pada posisi yang sangat tidak menguntungkan ketika melakukan duel dengan jet tempur supersonik kontemporer. Lebih jauh lagi, tingkat kesulitan dari mesin VTOLnya telah menyebabkan Harrier menderita tingkat kecelakaan yang sangat tinggi.
Namun Harrier masuk ke dalam daftar ini karena kemampuannya mempengaruhi hasil Perang Falkland (Malvinas). Selain dua puluh delapan BAe Sea Harrier yang berbasis kapal induk, AS dengan cepat mengonversi kapal kontainer untuk mengangkut empat belas Hawker Harrier yang berbasis darat milik Angkatan Udara Inggris. Bersama-sama, kapal-kapal ini menggempur sasaran darat Argentina.
Argentina mengirimkan sejumlah jet serang ke armada Inggris, yang berada di ujung jangkauan operasi mereka. Meskipun mereka mungkin setara dengan Harrier, pilot Argentina mengikuti perintah untuk hanya menyerang kapal-kapal Inggris — bisa dibilang ini suatu kesalahan. Harrier berhasil menembak jatuh kira-kira dua puluh pesawat tempur Argentina menggunakan rudal Sidewinder AIM-L. Pilot Argentina mengalami kerugian besar meskipun berhasil menenggelamkan beberapa kapal. Tetapi tanpa pencegahan oleh Harrier, kerusakan mungkin akan jauh lebih besar.
AV-8 Harrier yang diproduksi oleh McDonnell Douglas juga tampil baik dalam pertempuran di Afghanistan dan Irak dan saat ini masih digunakan oleh Marinir A.S. dan angkatan laut Spanyol dan Italia. Ke depan mereka akan digantikan oleh F-35B, yang terlepas dari masalah-masalah selama pengembangannya dan biaya yang sangat mahal, menjanjikan peningkatan luar biasa berkat kemampuan penerbangan supersonik, karakteristik siluman, dan avionik canggih.
5. McDonnell-Douglas F-4 Phantom
McDonnell-Douglas F-4 Phantom. (Gambar via nara.getarchive.net) |
F-4 Phantom ditenagai oleh dua mesin J79 turbojet besar yang dapat mendorongnya melewati dua kali kecepatan suara. Phantom dua kursi yang digunakan oleh ketiga cabang militer AS, mampu mendeteksi musuh dan menembaknya dengan rudal jarak jauh menggunakan radar yang dipasang di nose, dan juga membawa muatan bom yang lebih berat daripada pembom B-17, pesawat dari Perang Dunia II.
Phantom sering mendapat stigma buruk karena kesulitannya menghadapi MiG di Vietnam akibat kemampuan manuvernya yang lebih rendah dan ketidakefektifan rudal udara-ke-udara awalnya. Angkatan Laut menanggapi masalah ini dengan melembagakan sekolah "Top Gun" yang mendidik para penerbang dalam teori manuver pertempuran udara. Pilot Angkatan Laut Phantom mengklaim empat puluh MiG ditembak jatuh hanya karena tujuh Phantom hilang dalam pertempuran udara-ke-udara. Kemudian model F-4J dan F-4S yang dioperasikan oleh Angkatan Laut AS memasukkan bilah sayap yang sangat meningkatkan kemampuan manuver dan kinerja pendaratan, meskipun harus dibayar dengan sedikit pengurangan kecepatan.
Terlepas dari kekurangannya, Phantom membuktikan bahwa kecepatan, muatan berat, sensor canggih, dan (akhirnya) ketangkasan dapat digabungkan dalam satu pesawat besar, sebuah prinsip yang menginspirasi jet tempur generasi keempat modern seperti FA-18E / F Super Hornet. (NI)