Jumat, Maret 20, 2020

Pakar: Corona Bisa Jadi Senjata Biologi

Covid-19

Pengamat militer dan pertahanan Connie Rahakundini Bakrie menegaskan semua pihak harus khawatir dengan virus corona yang menyebabkan SARS-CoV-2. Menurutnya, SARS-CoV-2 diduga senjata biologi.

"Kalau saya melihatnya, corona ini harus kita anggap sebagai senjata pemusnah massal. Apapun yang berbau biologi di mata saya sekarang, itu lebih mengerikan daripada yang berbau nuklir," ujar Connie di Jakarta, Selasa (10/3).

Connie membeberkan laporan Chemical, Biological, Radiological & Nuclear (CBRN) Defence Market pada 2017 menjadi salah satu dasar dirinya melihat SARS-CoV-2 sebagai senjata biologi.

Dalam laporan, dia berkata saat ini sudah ada alat untuk menghadapi senjata kimia, biologi, radiologi, dan nuklir. Bahkan, dia menyebut permintaan alat tersebut diprediksi meningkat pada 2023.

Ketersediaan alat itu membuktikan bahwa produsen telah mengetahui bahwa senjata model baru tersebut akan hadir beberapa tahun sejak laporan itu dibuat.

"Jadi tidak mungkin kita tidak boleh takut," ujarnya.

Dasar kedua Connie menilai SARS-CoV-2 sebagai senjata biologi, Connie menyebut dari pernyataan mantan perwira intelijen Central Intelligence Agency (CIA) Philip Giraldi yang mengatakan bahwa SARS-CoV-2 bukan terjadi secara alami melalui mutasi genetika.

Giraldi menyebut virus mematikan itu sengaja diproduksi di laboratorium oleh Amerika Serikat bekerjasama dengan Israel. AS sengaja membuat virus itu untuk menghancurkan China dan Iran yang merupakan musuh terbesarnya.

"Jadi dia nyatakan Covid-19 (SARS-CoV-2) ini buatan," ujar Connie.

Lebih lanjut, Connie membeberkan senjata biologi memiliki daya tarik untuk digunakan karena sangat murah. Berdasarkan data, dia menyebut 1 kilometer persegi serangan senjata biologi hanya US$1.

Selain itu, senjata biologi dinilai tidak mudah dideteksi, baik dengan X-ray atau anjing pelacak, serta mudah diangkut.

Sedangkan senjata konvensional memerlukan biaya US$2 ribu; senjata nuklir US$800; dan senjata kimia US$600.

"Bayangkan (senjata) biologi US$1 per kilometer persegi. Makanya dia dibilang a nuclear bomb for a poor man. Pokoknya orang miskin di manapun akan pakai biologi," ujarnya.

Di sisi lain, Connie mengaku telah mendengar bahwa organisasi teroris sudah dideteksi, terutama 'lone wolf' berniat untuk membuat senjata biologi sebagai alternatif senjata konvensional.

"Ini kan ngeri banget. Jadi mungkin ada yang senang nih dengan adanya muncul ini (SARS-CoV-2) dan bagaimana kemajuan pengetahuan malah mempercepat virus ini menyebar," ujar Connie.

Connie menambahkan sejumlah negara di Asia yang mengembangkan senjata biologi, di antaranya Myanmar dan Vietnam. Pada laporan terbaru, dia menyebut Indonesia juga dianggap sebagai negara pencipta senjata biologi.

"Jadi pertanyaannya adalah ketika kita bisa membuat bio weapons, kita bisa menggunakannya enggak?" ujarnya.

Terkait dengan Indonesia, Connie bahwa mendengar informasi dari seseorang bahwa liur Komodo sedang diolah menjadi senjata pemusnah massal. Komodo dinilai memiliki racun yang mematikan.

"Itu yang kalau mau tahu kenapa komodo jadi pulau tertutup tanda kutip," ujar Connie.

Meski berpotensi sebagai senjata biologi, Connie menyampaikan fakta bahwa virus corona sudah ada sejak lama. Berdasarkan laporan penelitian Institut Pertanian Bogor tahun 2013-2016, dia berkata terdapat virus corona alfa, beta, delta, dan gama. Khusus untuk Beta dan Gama berbahaya bagi manusia.

Lebih dari itu, Connie menyampaikan bahwa tahun 2020 ada era yang sangat rentan bioteknologi. Dia menyebut Indonesia sangat rentan jika tidak ambil bagian untuk mengembangkan teknologi biologi. (CNN Indonesia).