Pemimpin Pentagon menilai pesawat dan senjata hipersonik sangat diperlukan untuk menjaga superioritas militer AS di masa mendatang. Pesawat dan senjata yang berkecepatan hipersonik merupakan teknologi revolusioner yang memungkinkan pasukan AS untuk menggagalkan sistem pertahanan udara canggih negara lain.
"Sistem pertahanan udara yang terintegrasi (kompleks) merupakan rintangan yang sangat sulit. Sistem peperangan elektronik adalah jawabannya dan salah satu bagiannya adalah kecepatan. Jika mereka (sistem pertahanan udara) tidak dapat mencegat Anda, maka Anda bisa melakukan aksi penyerangan," kata Al Shaffer, asisten menteri pertahanan AS untuk penelitan dan rekayasa senjata, dikutip oleh laman Military.
Shaffer mengatakan bahwa sistem pertahanan udara Suriah, Rusia dan China adalah salah satu sistem pertahanan udara yang berteknologi canggih, hal ini semakin menegaskan bahwa senjata hipersonik-lah yang akan menjadi kunci bagi AS untuk menghadapi negara-negara tersebut.
Sementara rudal jelajah saat ini memiliki kecepatan hingga 1.000 km per jam, senjata atau rudal hipersonik akan terbang pada kecepatan Mach 5 (6.125 km per jam) sampai Mach 10 (12.250 km per jam). -Setiap kecepatan di atas 5 mach, umumnya disebut sebagai hipersonik -
Dijelaskan laman Military, Shaffer mengatakan bahwa senjata hipersonik yang dioperasikan bersama sistem peperangan elektronik dan sistem otonom lainnya merupakan potensi besar untuk menghasilkan teknologi revolusioner. Dijelaskannya, akan ada banyak lagi eksperimen dan prototipe teknologi hipersonik di masa-masa mendatang.
Ia mencontohkan empat uji coba teknologi hipersonik AS, yaitu pesawat tak berawak otonom X-51A Waverider. Dari empat uji coba, dua yang sudah berhasil. Secara khusus, ia menyebutkan kesuksesan uji coba X-51A Waverider di Samudera Pasifik pada Mei tahun lalu dimana scramjetnya berakselerasi hingga kecepatan Mach 5,1.
Menurut Angkatan Udara AS, uji coba X-51A Waverider pada 1 Mei tahun lalu itu merupakan uji penerbangan terlama dari seluruh uji coba senjata hipersonik AS. Program ini sendiri senilai USD 300 juta yang pengembangannya dimulai sejak tahun 2004.
Diselipkan di bawah sayap pesawat pembom B-52 Stratofortress, X-51A yang berpendorong roket padat dilepaskan di ketinggian 50.000 kaki (15,2 km) dan terbang dengan kecepatan Mach 4,8 selama 26 detik. Setelah itu X-51A memisahkan dari roket pendorong, dan dorongan dilanjutkan mesin scramjet yang membuatnya mampu terbang dengan kecepatan Mach 5,1 di ketinggian 60.000 kaki sebelum akhirnya terjun (jatuh) ke laut seperti yang direncanakan.
X-51A Waverider pada sayap B-52 Stratofortress |
"Untuk kedua kalinya, kami menunjukkan bahwa scramjet bisa memiliki akselerasi positif. Itu merupakan terobosan besar dan yang berarti bahwa kita sudah semakin memahami (teknologi) hipersonik," kata Shaffer.
Shaffer juga mengharapkan bahwa pesawat hipersonik akan berharga jauh lebih murah daripada pesawat dengan mesin turbin karena meskipun jauh lebih rumit, teknologi hipersonik tidak memerlukan banyak bagian.
Soal China yang baru-baru ini juga menguji teknologi rudal hipersoniknya, Shaffer tidak begitu menghiraukannya, tapi dia menekankan bahwa sebagai pemimpin global, AS harus mengembangkan teknologi hipersonik yang sempurna. "Kami, AS, tidak ingin menjadi negara kedua dalam hal teknologi hipersonik," katanya.
Shaffer juga mengharapkan bahwa pesawat hipersonik akan berharga jauh lebih murah daripada pesawat dengan mesin turbin karena meskipun jauh lebih rumit, teknologi hipersonik tidak memerlukan banyak bagian.
Soal China yang baru-baru ini juga menguji teknologi rudal hipersoniknya, Shaffer tidak begitu menghiraukannya, tapi dia menekankan bahwa sebagai pemimpin global, AS harus mengembangkan teknologi hipersonik yang sempurna. "Kami, AS, tidak ingin menjadi negara kedua dalam hal teknologi hipersonik," katanya.
Diberitakan pula, pada bulan Agustus nanti AS juga akan melakukan uji penerbangan rudal hipersonik. Ini merupakan uji coba kedua, yang uji coba pertama terjadi pada November 2011. Diluncurkan dari Fasilitas Rudal Pasifik AS di Kauai, Hawaii, terbang sejauh 2.500 mil (4.023 km) dalam waktu sekitar setengah jam sebelum akhirnya mencapai target di Test Site Reagan, di Kepulauan Marshall.