Jumat, Maret 27, 2020

Nuklir Membuat Jerman Ganti Tornado dengan Typhoon, Super Hornet, dan Growler

Jerman berencana menghadirkan jet tempur dengan kemampuan peperangan elektronik tercanggih saat ini dan mampu membawa bom nuklir untuk Angkatan Udaranya.

Tornado
Sebuah pesawat tempur Tornado Jerman bersiap mendarat di Büchel Air Base pada 27 Februari 2019 di dekat Cochem, Jerman. (Thomas Lohnes / Getty Images)

Laporan menyebutkan bahwa Jerman sedikit lagi akan menyelesaikan kontrak pembelian jet tempur Eurofighter Typhoon, Boeing F / A-18E / F Super Hornet, dan EA-18G Growler untuk menggantikan armada tua dari jet tempur sayap ayun (sapuan) mereka Panavia Tornado.

Faktor yang menjadi pendorong utama di balik keputusan Jerman ini adalah perjanjian NATO, dimana Angkatan Udara Jerman harus memiliki pesawat terbang yang dapat mengirimkan bom gravitasi nuklir Amerika. Dari sini akan tampak bahwa keinginan Jerman untuk mendapatkan Super Hornet bersertifikasi untuk membawa senjata-senjata ini akan lebih kompleks ketimbang mendapatkan Eurofighter Typhoon dengan sertifikasi yang sama.

Media Jerman pertama kali melaporkan rencana ini pada 26 Maret 2020, yang belum disetujui secara resmi oleh Menteri Pertahanan Jerman Annegret Kramp-Karrenbauer. Berdasarkan proposal tersebut, Jerman dapat membeli total hingga 90 Eurofighter Typhoon dan 30 F / A-18E / F dan 15 EA-18G di tahun-tahun mendatang. Dari 90 Typhoon, setengahnya akan menggantikan Tornado sementara setengah lainnya akan menggantikan Eurofighter tua yang sekarang dalam pelayanan Angkatan Udara Jerman. Saat ini, Angkatan Udara Jerman memiliki sekitar 93 Tornado dan 141 Typhoon.

Jerman telah berencana mengganti Tornado setidaknya sejak 2017. Pesawat ini pertama kali diterima Jerman Barat pada tahun 1979. Pejabat Jerman ingin mulai membeli pesawat pengganti mulai tahun 2025 untuk memastikan tidak ada penurunan atau kekosongan kemampuan armada Tornado yang akan dipensiunkan seluruhnya pada tahun 2030.

Level kesiapan tempur Tornado anjlok dalam beberapa tahun terakhir. Jerman dilaporkan menarik sejumlah kecil Tornado yang telah dikerahkannya di Yordania untuk melakukan misi pengintaian tidak bersenjata dalam mendukung operasi koalisi melawan ISIS di Irak, meskipun masih belum jelas apakah itu memang akibat dari kesiapan armada Tornado Jerman yang rendah.

Pemerintah Jerman juga sempat mempertimbangkan F-35 Joint Strike Fighter, tetapi kemudian memutuskan memilih Typhoon, yang sudah beroperasi, adalah opsi yang lebih disukai. Tapi masalah lain muncul yaitu apakah pesawat ini akan dapat memenuhi kewajiban Jerman berdasarkan perjanjian pembagian senjata nuklir NATO.

Eurofighter Typhoon Jerman
Sepasang jet Eurofighter Typhoon (Foto: Getty)

Kesepakatan NATO itu berarti bahwa bom gravitasi nuklir B61 Amerika Serikat disimpan di Pangkalan Udara Büchel di Jerman, serta pangkalan-pangkalan di negara-negara NATO tertentu lainnya, dan otoritas Amerika dapat melepaskan bom itu untuk digunakan oleh pilot Jerman dalam suatu krisis. Tornado sendiri sudah disertifikasi untuk membawa senjata-senjata ini dan juga telah dilakukan pengujian untuk mendukung integrasi varian B61-12 terbaru ke pesawat-pesawat itu.

Baik Typhoon maupun Super Hornet belum memiliki sertifikasi untuk membawa varian apa pun dari B61. Angkatan Laut AS mengeliminasi senjata nuklir dari kapal induknya pada 1990-an, yang berimbas pada penghapusan persyaratan membawa nuklir oleh Super Hornet, pesawat yang pertama kali masuk layanan pada tahun 2001, yang salah satu tujuannya untuk membawa bom-bom ini.

Seorang juru bicara Airbus, salah satu pihak utama dalam konsorsium Eurofighter yang membangun jet-jet tersebut, mengatakan kepada harian bisnis Jerman Handelsblatt bahwa mereka dapat mensertifikasi Typhoon untuk misi nuklir di masa depan. Namun, posisi pemerintah Jerman tampaknya sudah berada di mana pihak Boeing dapat membuat F / A-18E / F siap untuk membawa B61 dalam waktu yang lebih singkat. Diyakini masih diperlukan waktu bertahun-tahun bagi Typhoon untuk mendapatkan kemampuan multi-peran sejati dan untuk mensertifikasinya sebagai jet buatan non-Amerika untuk membawa senjata nuklir Amerika.

Penambahan Growler ke dalam rencana Angkatan Udara Jerman juga akan menjadi pengganti langsung untuk varian Electronic Combat / Reconnaissance, atau ECR Tornado Jerman. ECR Tornado secara khusus dikonfigurasikan untuk melakukan supresi terhadap misi pertahanan udara musuh (SEAD) dan memiliki sistem khusus untuk menemukan dan menentukan lokasi radar musuh dan emiter lainnya.

Super Hornet dan Growler
Dari atas ke bawah, F/A-18E Super Hornet, F/A-18F Super Hornet, dan EA-18G Growler. (Boeing)

SEAD adalah salah satu dari set misi Growler, tetapi pesawat ini juga menawarkan kemampuan peperangan elektronik yang jauh lebih kuat dari Tornado ECR yang sudah tua. Selain sekadar mengganti Tornado ECR, kemampuan peperangan elektronik udara yang modern juga dipandang sebagai persyaratan lain untuk mendukung misi nuklir yang sukses.

Growler akan sangat penting untuk melindungi Super Hornet dalam serangan nuklir, serta misi serangan konvensional, terhadap musuh besar dengan jaringan pertahanan udara terintegrasi yang canggih, seperti Rusia. Growler juga akan menjadi pengganda kekuatan utama untuk seluruh Angkatan Udara Jerman.

Ancaman pertahanan udara yang sudah ada dan yang akan muncul telah menjadi inti dari argumen bahwa elemen-elemen tertentu dari militer Jerman menginginkan pembelian F-35 yang siluman.

Jerman, bersama dengan Prancis dan Spanyol, masih terus maju dengan rencana mereka untuk mengembangkan pesawat tempur siluman baru di bawah program Future Air Combat System (FCAS). Proyek itu juga akan mencakup pengembangan desain pendukung lainnya, termasuk drone wingman loyal yang tak berawak, atau apa yang Airbus sebut sebagai "remote carriers". Kendaraan tempur udara tak berawak (UCAV) yang sebenarnya mungkin juga termasuk di antara proyek terkait. Saat ini, negara-negara yang berpartisipasi mengharapkan contoh pertama dari komponen pesawat berawak dari program FCAS akan mulai memasuki layanan pada tahun 2040.

Tornado ECR
Tornado ECR Jerman dipersenjatai dengan rudal anti-radar HARM (Posterazzi)

Sementara Angkatan Udara Jerman seharusnya tidak memiliki kesulitan nyata dalam memasukkan Typhoon baru ke dalam struktur kekuatan yang ada, F / A-18E / F dan EA-18G akan menjadi jenis pesawat yang sepenuhnya baru untuk dioperasikan dan dirawat oleh Jerman. Jumlah armada nantinya yang hanya 45 Super Hornet dan Growler, secara total, relatif kecil, akan membuatnya lebih mahal untuk bertahan dari waktu ke waktu.

Pemerintah Jerman masih perlu menyetujui proposal pembelian terpisah ini dan masih belum jelas juga kapan tepatnya itu mungkin terjadi. Tornado Angkatan Udara Jerman sudah sangat membutuhkan pengganti di tahun-tahun mendatang, sehingga Jerman tidak mampu menunggu lebih lama untuk menyelesaikan rencana ini.

Apa pun keputusannya nanti, yang jelas hari-hari jet sayap ayun Tornado di Angkatan Udara Jerman akan semakin suram dan semakin besar kemungkinan bahwa negara itu akan menerbangkan campuran dari Typhoon, Super Hornet, dan Growler di tahun-tahun mendatang. (thedrive)