Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Marsekal Madya Hadiyan Sumintaatmadja mengatakan bahwa ada penundaan dalam proyek pengembangan pesawat tempur Korea Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KF-X/IF-X) yang dikerjakan Indonesia bersama Korea Selatan.
"Kelihatannya masih ada penundaan mungkin sebentar lah, tapi mudah-mudahan (segera) jalan," kata Hadiyan di Kawasan Monas, Jakarta, Rabu, 25 April 2018.
Hadiyan menyebut penundaan tersebut karena ada keterlambatan proses dalam proyek tersebut. Namun ia tak menjelaskan secara rinci tentang keterlambatan proses yang dimaksud. "Ada masalah yang harus kita selesaikan dengan pihak Korea," ujarnya.
Hadiyan pun menegaskan tidak ada masalah anggaran dalam proyek pengembangan pesawat tempur tersebut. Menurut Hadiyan, masalah yang menjadi kendala hanyalah persoalan teknis semata.
Hadiyan pun menyebut proyek kerja sama Indonesia dengan Korea Selatan tersebut masih terus berjalan sampai saat ini. "Iya (tetap lanjut) insya Allah doain saja," ujarnya.
Proyek pengembangan pesawat tempur Korea Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KF-X/IF-X) yang dikerjakan Indonesia bersama Korea Selatan pernah tertunda pada 2009 silam. Kemudian baru pada 7 Januari 2016 Indonesia dan Korea Selatan menandatangani cost share agreement untuk proyek tersebut.
Ada tiga fase pembuatan KF-X/IF-X, yaitu pengembangan teknologi atau pengembangan konsep (technology development), pengembangan rekayasa manufaktur atau pengembangan prototipe (engineering manufacturing development), dan terakhir proses produksi massal.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu sempat mengungkapkan Indonesia belum membayar 20 persen dari total biaya pengerjaan KF-X/IF-X fase kedua seperti yang telah disepakati dalam kontrak kerjasama.
Pada fase kedua pembuatan prototipe tersebut Indonesia harus membayar 20 persen dari total biaya sebesar Rp18 triliun atau 1,65 triliun won (US$1,3 miliar). Sementara 80 persen sisanya ditanggung pemerintah Korsel. Total dana yang dikeluarkan kedua negara untuk penggarapan fase kedua ini sebanyak 8,6 triliun won.
Direncanakan pada 2020 mendatang pesawat tempur tersebut sudah bisa diproduksi, dan pada 2025 diharapkan sudah bisa beroperasi.
Article Resources
- CNN Indonesia