Miliaran dolar dibelanjakan AS untuk memodernisasi dan mengupgrade armada pesawat pembom strategis era Perang Dingin. Dengan tambahan beberapa perangkat teknologi baru, diharapkan beberapa pesawat-pesawat pembom Angkatan Udara AS (USAF) seperti B-1B, B-2 dan B-52 akan tetap bisa beroperasi hingga 40 tahun lagi.
Tapi dengan maraknya pengembangan sistem pertahanan udara canggih oleh musuh-musuh AS, apakah menghabiskan dana untuk program ini adalah langkah yang tepat?
Sementara banyak angkatan-angkatan udara di dunia saat ini sudah memensiunkan pesawat pembom strategis jarak jauhnya, AS kini masih menjadi salah satu dari beberapa negara di dunia yang masih mempertahankan armada pembom yang besar.
Meskipun usia-usianya sudah tua, armada pembom AS dinilai masih sangat mampu, yang terdiri dari 76 B-52H, 63 B-1B supersonik (gambar atas), dan 20 pembom siluman B-2. Dari total 159 pembom tersebut, 96 diantaranya siap digunakan kapan dan di manapun di dunia ini.
"Armada pembom kami unik karena dapat dengan cepat mengirimkan senjata (bom) konvensional dan nuklir ke seluruh dunia dalam hitungan jam," Mayor Eric Badger dari USAF mengatakan kepada media. "Pembom akan membela kepentingan nasional kami dengan menghalangi, mencegah dan mengalahkan musuh."
Pada 2013 lalu, dua pembom siluman B-2 AS terbang dari Pangkalan Udara Whiteman, Missouri, ke Semenanjung Korea untuk menjatuhkan bom dummy seberat 907 kg di Jik Do Range. Ini merupakan bagian dari latihan tempur bilateral 'Foal Eagle' antara AS dan Korea Selatan. Memberikan sinyal bagi pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un bahwa AS akan selalu membela Korea Selatan.
Krisis Ukraina dan ketegangan dengan Rusia, juga dihiasi dengan kehadiran sejumlah pembom B-52 dan B-2 AS di Inggris untuk latihan. Bagi AS, penyebaran pesawat pembom merupakan bentuk nyata dari komitmennya untuk melindungi seluruh sekutunya di dunia.
Pembom B-52 dan B-2 - tidak B-1B - masih difungsikan AS sebagai pesawat pembom serangan nuklir, menjadikan AS sebagai salah satu dari segelintir negara di dunia yang memiliki 'triad nuklir', yaitu pesawat pembom berkemampuan nuklir, rudal balistik nuklir antar benua yang berbasis darat, dan rudal balistik nuklir yang berbasis laut.
Negara-negara seperti Rusia dan China terus mencari cara untuk mengeliminasi kemampuan mematikan pesawat pembom strategis dengan mengembangkan senjata-senjata anti-access/area denial (A2/AD) canggih. Hal ini jelas akan membahayakan dan menggagalkan misi pembom-pembom AS yang terbang di wilayah A2/AD.
"Memodernkan dan mempertahankan armada pembom merupakan prioritas tinggi AS," kata Mayor Badger. "Sebagaimana ancaman telah berkembang, kami akan melakukan perubahan dan investasi untuk menghadapi (ancaman/AD A2). Termasuk di dalamnya program modernisasi dan upgrade, serta mengembangkan taktik dan senjata baru."
Pembom B-2 Juga Telah Usang
Bahkan pesawat pembom terbaru dan tercanggih milik USAF saat ini yaitu B-2 Spirit, juga harus menjalani perbaikan agar tetap relevan di masa depan. B-2 yang kini berjumlah 20 unit, yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-25, menjadi satu-satunya pembom AS yang mampu menembus sistem pertahanan udara dengan pemanfaatan teknologi siluman. Sebelum B-2 diganti pada dekade depan, mempertahankan B-2 agar tetap beroperasi menjadi prioritas utama bagi USAF.
B-2 Spirit. (Gambar: USAF photo/Gary Ell)
|
Untuk tujuan ini, Pentagon menggelontorkan dana senilai USD 9,9 miliar kepada Northrop Grumman untuk memodernisasi dan menjaga keberlangsungan hidup armada pembom siluman ini. Dua puluh B-2 ini diharapkan akan bisa terus terbang selama 40 tahun lagi dengan masa pensiun yang direncanakan pada 2058.
B-2 akan diupgrade dengan Defensive Management System-Modernization (DMS-M) yang akan meningkatkan kesadaran ancaman dan pertahanan diri. B-2 juga akan dilengkapi dengan sistem komunikasi satelit (SATCOM) Advanced Extremely High Frequency (AEHF) baru. Kru B-2 juga akan menggunakan receiver frekuensi rendah, yang menjamin keamanan komunikasi B-2 setelah melakukan misi peledakan bom nuklir. Pembom siluman juga akan dilengkapi dengan Massive Ordnance Penetrator (MOP), sebuah bom 'bunker buster' 13.600 kg yang berfungsi untuk menghancurkan target yang jauh terpendam di dalam tanah.
Meskipun tidak lagi berkemampuan nuklir, pembom B-1B Lancer juga akan mendapatkan sejumlah upgrade teknologi kunci yang akan membuatnya terus terbang sampai tahun 2030-an. Awak B-1B juga akan diuntungkan dengan penggunaan Vertical Situation Display Upgrade (VSDU) yang akan menggantikan instrumen 'steam gauge' kokpit dengan display baru. Sistem navigasi inersia, radar, data link juga akan ditingkatkan atau diganti.
B-52 - Teknologi Baru untuk Masa Depan
Sang ikonik B-52 Stratofortress, yang pertama kali beroperasi pada saat Perang Vietnam, diperkirakan akan terus terbang hingga tahun 2040. Pembom tua yang tidak memiliki fitur siluman atau supersonik ini merupakan pembom yang paling rentan terhadap sistem pertahanan udara modern. Tidak seperti misinya di Vietnam, B-52 yang sudah diupgrade nanti akan ditugaskan untuk menjatuhkan bom pintar di luar area yang dijaga ketat oleh sistem pertahanan udara.
Peralatan komunikasi dan avionik baru, dan bomb bay (teluk bom) dimodifikasi untuk membawa bom pintar abad 21 yang saat ini masih dikembangkan. Dengan upgrade ini berarti B-52 akan terus digunakan AS sebagai platform utama pengiriman bom sebelum akhirnya digantikan dengan pembom baru.
B-52 Stratofortress. (Gambar: Senior Master Sgt. John Rohrer)
|
Pada Mei lalu, B-52 yang pertama diupgrade dengan Combat Network Communications Technology (CONECT) dari Boeing. CONECT akan membuat B-52 terintegrasi dengan sistem pertempuran udara masa depan yang kompleks dengan penambahan beberapa communication data link, full-colour LCD display dengan real-time intelligence feed dan kemampuan untuk menargetkan ulang senjata/bom atau parameter misi selama penerbangannya. Menurut USAF, upgrade CONECT pada seluruh B-52 yang berjumlah 76 akan selesai pada tahun 2020.
Modifikasi pada Internal Weapon Bay akan menambah fleksibilitas B-52 dan meningkatkan kapasitasnya dalam mengusung senjata ber-GPS yang mematikan, termasuk senjata 'J-series' seperti Joint Direct Attack Munitions (JDAM), Lockheed Martin's Joint Air-to-Surface Standoff Missile (JASSM), JASSM-ER (extended range) dan Raytheon's Miniature Air Launched Decoy (MALD).
Pengintegrasian JDAM pada B-52 akan selesai pada tahun 2017, sementara JASSM dan MALD diharapkan akan selesai pada tahun 2020.
Menurut seorang petinggi USAF, strategi USAF dalam berurusan dengan A2/AD di masa depan adalah dengan menggunakan amunisi pintar yang diluncurkan dari luar batas A2/AD dan dengan penetrasi terbatas pada sisi depan wilayah pertempuran.
Di bawah perjanjian START baru yang ditandatangani AS dan Rusia pada 2010 lalu, sekitar 30-an pembom B-52 akan dikonversi ke platform konvensional dengan pelucutan semua peralatan yang terkait dengan misi nuklir. Sedangkan sekitar 40 lainnya akan tetap berkemampuan nuklir bersama dengan seluruh pembom B-2.
LRS-B - Pembom Generasi Baru USAF
Pembom B-1B dan B-52 rencananya akan segera dipensiunkan ketika pesawat pembom siluman baru USAF diperkenalkan pada 2020-an. Adalah Long Range Strike Bomber (LRS-B) yang dikembangkan oleh Boeing dan Lockheed Martin. Lebih dari 100 pembom LRS-B akan diperoleh USAF yang masing-masing senilai USD 550 juta.
Untuk beberapa hal, upgrade armada pembom tua AS saat ini merupakan salah satu cara untuk melindungi AS seandainya pengembangan LRS-B tertunda atau mungkin dibatalkan. Kita tahu, USAF tidak akan memensiunkan pembom jika belum ada penggantinya.