Kamis, Juni 13, 2013

Rudal Anti Tank Javelin untuk TNI AD

Setelah resmi membeli MBT Leopard dari Jerman, Kementerian Pertahanan kembali akan memperkuat kemampuan TNI Angkatan Darat dengan rudal Javelin Block I. Javelin adalah rudal pandu anti-tank (anti-tank guided missile /ATGM) canggih buatan Amerika Serikat.

Javelin

Rudal yang mampu mengunci sasaran dan mengikuti kemanapun target berjalan dengan daya hancur yang tinggi ini, dipamerkan dan diperagakan penggunaannya usai pembukaan latihan gabungan Garuda Shield TNI AD dengan Tentara AS di Pasifik (USARPAC), Senin 10 Juni 2013.

Letnan Satu TNI Bonny Octavian yang memeragakan penggunaan Javelin mengatakan, jarak tembak rudal ini mencapai 2,5 kilometer. Javelin dilengkapi dengan pelacak canggih yang mampu mengunci dan menembak sasaran yang bergerak. "Waktu reload rudal ini cukup cepat, yaitu 40 detik saja," kata Bonny.

Bonny mengatakan, TNI telah memesan 25 Unit Peluncur (Command Launch Unit /CLU) dan 189 -sebelumnya dikatakan Indonesia meminta 180- rudal anti-tank Javelin buatan perusahaan Raytheon dan Lockheed Martin ini. Namun senjata ini masih dalam tahap produksi dan belum dikirim.

Rudal Javelin berbobot 11,8 kilogram sementara unit peluncur hanya 6,4 kilogram. "Senjata ini selain canggih juga simpel dan ringan," kata Bonny. Ringan dan dapat ditempatkan di bahu operator.

Senjata ini telah dikembangkan sejak tahun 1989 oleh perusahaan Raytheon dan Lockheed Martin dengan nama proyek Javelin Joint Venture. Produksinya sendiri dimulai tahun 1994 dan dikirimkan ke barak militer di Fort Benning, Georgia pada tahun 1996.

Javelin digunakan tentara AS dan Australia pada perang di Irak antara Maret dan April 2003. Saat ini, senjata ini digunakan di Afghanistan. Lebih dari 2.000 rudal Javelin telah ditembakkan AS dan tentara koalisi di negara ini.

Negara asing pertama pembeli Javelin adalah Inggris pada Januari 2003 dengan pemesanan awal sebanyak 18 peluncur dan 144 rudal. Negara lainnya yang telah menggunakan ini adalah Taiwan, Lithuania, Yordania, Australia, Selandia Baru, Norwegia, dan Irlandia. Beberapa negara lainnya tengah mengantre untuk mendapatkannya.

Satu unit peluncur dan pelacak Javelin dibanderol US$126.000 atau sekitar Rp1,2 miliar, sementara rudal Javelin satuannya seharga US$78.000, setara Rp756 juta.

Menhan Purnomo Yusgiantoro mengatakan bahwa pembelian rudal Javelin tersebut harus disertai dengan transfer teknologi (ToT) , hal ini diungkapkannya saat ditanya wartawan perihal desas-desus pengadaan rudal ini.

"Masih rencana," Menhan menjawab singkat.

Menhan kembali menegaskan, persyaratan untuk pengadaan alutsista. Bahwa persenjataan yang dimaksud memang dibutuhkan benar untuk meningkatkan kapasitas pertahanan RI, belum bisa diproduksi di dalam negeri dan ada alih teknologi dari produsen kepada tenaga ahli nasional.

"Ini sesuai kebutuhan TNI AD untuk meremajakan sistem alat pertahanan," tegasnya.

Defense Security Cooperation Agency (DSCA) Amerika Serikat sendiri pada akhir tahun lalu sudah mengizinkan penjualan peralatan militer ke luar negeri kepada Pemerintah Indonesia untuk 180 Rudal Javelin Block I dan peralatan yang terkait, suku cadang, pelatihan dan dukungan logistik dengan perkiraan biaya sebesar 60 juta dolar.

Sumber : Viva/Detik