Selasa, Oktober 09, 2012

Korsel dan AS Sepakat Tingkatkan Jangkauan Rudal

Setelah bertahun-tahun negosiasi, akhirnya Korea Selatan dan Amerika Serikat mencapai kesepakatan untuk mendukung peningkatan jangkauan rudal balistik bagi Korea Selatan. Berdasarkan perjanjian ini, Seoul diizinkan untuk menggelar rudal-rudal balistik dengan jangkauan 800 kilometer, hal ini menjadikan semua wilayah Korea Utara berada dalam jangkauan tembak dari sistem rudal Korea Selatan.

Berdasarkan perjanjian tahun 1979 antara keduanya, kemudian direvisi pada tahun 2001, rudal balistik Korea Selatan hanya dibatasi pada rentang tidak melebihi 300 kilometer dan maksimum hulu ledak (payload) dari rudal adalah 500 kilogram. Amerika Serikat berusaha untuk membatasi kemampuan balistik rudal Seoul sesuai dengan pembatasan yang digariskan dalam Missile Technology Control Regime (MTCR), sebuah kesepakatan sukarela internasional yang dibuat untuk membatasi proliferasi teknologi rudal canggih.
 
Rudal Hyunmu-3
Rudal balistik Hyunmu-3 Korea Selatan

Ketentuan pembatasan dalam perjanjian tahun 2001 menempatkan Korea Selatan berada dalam posisi inferior dibandingkan dengan kemampuan rudal Korea Utara, sedangkan Pyongyang terus menerus meningkatkan kemampuan rudal dan militernya. Situasi inilah yang menyebabkan Seoul menjadi gelisah.

Rezim yang berkuasa di Korea Utara telah berhasil mengembangkan rudal balistik yang mampu menjangkau setiap lokasi di Korea Selatan dan semua fasilitas militer AS di Jepang dan Guam. Sebaliknya, beberapa situs vital militer di Korea Utara tidak terjangkau oleh rudal Korea Selatan sehingga tidak mungkin bagi Korea Selatan untuk melakukan serangan balik melalui rudal.

Pyongyang berusaha meluncurkan roket jarak jauh pada bulan April dan gagal. Roket meledak tak lama setelah peluncuran. Upaya yang dilakukan Korea Utara ini jelas mengabaikan masyarakat internasional dan Dewan Keamanan PBB mengutuk tindakan Korea Utara ini. Korea Utara mengklaim peluncuran rudal tersebut adalah upaya untuk menempatkan satelit ke orbit bumi, namun Amerika Serikat dan sekutunya di Pasifik menganggap peluncuran ini merupakan uji coba rudal balistik yang disamarkan oleh Korea utara.

Perjanjian AS-Korea Selatan merevisi kewenangan Seoul untuk mengembangkan rudal balistik dengan jangkauan 800 kilometer namun tetap membatasi kapasitas hulu ledak 500 kilogram. Revisi baru ini juga menyangkut pesawat tak berawak (drone) Korea Selatan, pesawat tak berawak yang memiliki jangkauan lebih dari 300 km tidak boleh membawa muatan lebih dari 2,5 ton. Untuk drone yang jangkauannya di bawah 300 km tidak ada pembatasan muatan.

Rudal Hyunmu-2
Rudal balistik jarak pendek Hyunmu-2 dikembangkan Korea Selatan
sesuai dengan pembatasan MTCR. Rudal ini memiliki akurasi sekitar 30 m
dan dilengkapi dengan hulu ledak cluster.
(Foto dirilis oleh ADD)

Korea Selatan juga diberi kewenangan untuk menyebarkan rudal jelajah dengan syarat hulu ledaknya tidak melebihi 500 kilogram. Beberapa sumber media sebelumnya telah menginformasikan bahwa Seoul telah mengerahkan rudal jelajah yang mampu terbang lebih dari 1.000 kilometer, namun pemerintah Seoul menolak untuk mengomentari hal ini.

Rudal jelajah lebih toleran ketimbang rudal balistik. Rudal jelajah biasanya terbang pada ketinggian yang rendah dengan kecepatan yang jauh lebih lambat dibandingkan rudal balistik. Namun meskipun memiliki keterbatasan dalam ketinggian dan kecepatan, rudal jelajah umumnya lebih akurat daripada rudal-rudal lainnya.

Sekretaris Pers Gedung Putih Jay Carney mengatakan kepada wartawan yang menyertai Presiden Obama dalam perjalanan kampanye ke California bahwa ketentuan-ketentuan dari perjanjian ini "merupakan respon bijaksana, proporsional, dan spesifik" terhadap tantangan dan bahaya yang ditimbulkan oleh kemampuan canggih militer Korea Utara.

Sampai saat ini Pyongyang belum memberikan tanggapan kepada media atas perjanjian baru ini, namun diperkirakan Korea Utara akan kembali mengirimkan kritik dan ancaman. Tidak diragukan lagi, Pyongyang akan menandai perjanjian ini sebagai bukti Washington dan Seoul tengah mempersiapkan usaha untuk berperang melawan Korea Utara.

Secara teknis, Korea Utara dan Kora Selatan masih dalam status perang sejak konflik Korea 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata dan bukan perjanjian damai. Memperluas jangkauan rudal balistik Korea Selatan kemungkinan juga akan memicu protes dari Rusia dan China.

Pertimbangan yang bijaksana adalah mengizinkan Korea Selatan membangun kekuatan tempurnya setidaknya sama dengan yang Korea Utara miliki. Jika Korea Selatan sudah benar-benar meningkatkan kemampuan rudalnya sesuai revisi perjanjian ini, setidaknya untuk sementara waktu Korea Utara mungkin akan mempertimbangkan kegiatan-kegiatan provokatifnya.