Salah satu situs berita di Yordania Ahbar Baladna melaporkan bahwa satelit mata-mata barat (AS) baru-baru ini melihat pergerakan peluncur rudal berat - Heavy Missile Launchers - milik Suriah di bagian utara dan selatan negara tersebut. Terlihat peluncur rudal berat tersebut diarahkan Suriah ke perbatasan mereka dengan Turki dan Israel.
Situs berita tersebut mengabarkan bahwa ratusan peluncur rudal berkaliber besar sedang di mobilisasi dan semua peluncur rudal tersebut adalah peluncur rudal jarak jauh yang setara dengan rudal Scud.
Suriah memang negara "merdeka" yang tidak bisa di intervensi negara manapun. Mereka tidak mentolelir segala bentuk intervensi militer asing di wilayahnya. Suriah bukan negara penggertak, dan tidak akan ragu untuk menembakkan rudal ke Israel atau Turki bila hal ini memang diperlukan. Tapi bila benar hal ini akan terjadi, maka jelas akan muncul perang regional skala besar di Timur Tengah.
Bisa jadi pergerakan ratusan peluncur rudal Suriah tersebut dikarenakan pernyataan para pejabat Turki dan Perancis sepuluh hari lalu. Pejabat Turki dan Perancis tersebut mengatakan bahwa mereka telah mempertimbangkan untuk melakukan intervensi militer potensial di Suriah, mengingat konflik dalam negeri di Suriah telah berlangsung selama 14 bulan.
"Dalam menghadapi perkembangan di Suriah, kami mempertimbangkan segala bentuk kemungkinan yang sejalan dengan keamanan nasional kami," kata Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu saat briefing untuk anggota parlemen Turki.
Situs berita tersebut mengabarkan bahwa ratusan peluncur rudal berkaliber besar sedang di mobilisasi dan semua peluncur rudal tersebut adalah peluncur rudal jarak jauh yang setara dengan rudal Scud.
Peluncur rudal milik Suriah |
Bisa jadi pergerakan ratusan peluncur rudal Suriah tersebut dikarenakan pernyataan para pejabat Turki dan Perancis sepuluh hari lalu. Pejabat Turki dan Perancis tersebut mengatakan bahwa mereka telah mempertimbangkan untuk melakukan intervensi militer potensial di Suriah, mengingat konflik dalam negeri di Suriah telah berlangsung selama 14 bulan.
"Dalam menghadapi perkembangan di Suriah, kami mempertimbangkan segala bentuk kemungkinan yang sejalan dengan keamanan nasional kami," kata Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu saat briefing untuk anggota parlemen Turki.