Diantara sahabatnya, Abdulrachman Saleh terbilang paling tua. Namun kelahiran 1 Juli 1909 di kampung Ketapang Jakarta ini, dikenal punya banyak keahlian. "Dia serba bisa dan jujur," kata Soejono.
Soal kejujuran, dikisahkan Soejono ketika Maman (nama kecil Abdulrachman), berkunjung ke rumahnya di tahun 1940-an. Gara-gara ucapan Soejono "atur saja, mungkin satu gayung cukup untuk mandi", Maman benar-benar melakukannya. Jadi, diambilnya segayung air, lalu dengan sebuah gelas kecil diguyurkannya sedikit demi sedikit ke badannya. "Jujur sekali orang ini," aku Soejono.
Soal kejujuran, dikisahkan Soejono ketika Maman (nama kecil Abdulrachman), berkunjung ke rumahnya di tahun 1940-an. Gara-gara ucapan Soejono "atur saja, mungkin satu gayung cukup untuk mandi", Maman benar-benar melakukannya. Jadi, diambilnya segayung air, lalu dengan sebuah gelas kecil diguyurkannya sedikit demi sedikit ke badannya. "Jujur sekali orang ini," aku Soejono.
Sebagai dokter, Mohammad Saleh yang dianugerahi sebelas putra, tidak pernah memaksakan putra kesayangannya ini menjadi dokter. Walau begitu, keahlian ini diambilnya juga. "Karena tidak ada sekolah lain saja," tutur Marsda (Pur) Abubakar Saleh (76), adik Abdulrachman. "Kalau bisa jadi insinyur, dia pasti jadi insinyur," tambah Abubakar. Pendidikannya sangat memadai, HIS, MULO, STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen), AMS, dan GHS.
Perkenalan Abdulrachman yang karena keahliannya dalam ilmu faal dianugerahi civitas akademika Universitas Indonesia Bapak Ilmu Faal Indonesia pada tanggal 5 Desember 1958 dengan penerbangan, bermula dari keikutsertaannya dalam aeroclub di Jakarta.
Menyusul kekalahan Jepang atas Sekutu, Abdulrachman bergabung pada kantor Radio di lapangan Gambir. Abdulrachman terlibat dalam penyiapan pemancar-pemancar ilegal, seperti di Salemba. Dinding kamarnya, aku Abubakar, dipenuhi tempelan kartu pos untuk membuktikan orang-orang yang berhasil dihubunginya lewat radio.
Menyusul kekalahan Jepang atas Sekutu, Abdulrachman bergabung pada kantor Radio di lapangan Gambir. Abdulrachman terlibat dalam penyiapan pemancar-pemancar ilegal, seperti di Salemba. Dinding kamarnya, aku Abubakar, dipenuhi tempelan kartu pos untuk membuktikan orang-orang yang berhasil dihubunginya lewat radio.
Setelah dirasanya siaran radio berjalan lancar, Abdulrachman mengundurkan diri dan bergabung dengan TRI untuk membentuk AURI. Sifatnya yang dinamis, periang, didukung kemampuan teknis dan intelektual yang baik, membuat Suryadarma terpukau dengan profil Abdulrachman.
"Pak Abdulrachman itu punya wawasan lebih luas (dari yang lain-Red). Beliau selalu memberi pengarahan untuk look beyond the horizon," kenang Suharnoko. "Beda dengan Adi, Halim, atau Iswahyudi, Pak Abdulrachman lebih banyak berurusan dengan masalah organisasi dan teknik pemeliharaan pesawat," tambah Suharnoko.
"Pak Abdulrachman itu punya wawasan lebih luas (dari yang lain-Red). Beliau selalu memberi pengarahan untuk look beyond the horizon," kenang Suharnoko. "Beda dengan Adi, Halim, atau Iswahyudi, Pak Abdulrachman lebih banyak berurusan dengan masalah organisasi dan teknik pemeliharaan pesawat," tambah Suharnoko.
Di AURI, Abdulrachman bertemu dengan bekas muridnya semasa di sekolah kedokteran, Adisutjipto, yang sekarang justru jadi instruktur sekaligus komandannya di sekolah penerbang. Yang menarik, tak jarang sebelum terbang Abdulrachman memperbaiki dulu pesawatnya. Adisutjipto sendiri yang mengajarkannya menerbangkan Cureng.
Ketika menerbangkan Hayabusha sebagai test pilot di Malang, Abdulrachman yang dipanggil Karbol Krullebul, bahasa Belanda yang berarti di rambut ikal pernah hampir celaka. Ceritanya, pesawat yang diterbangkan tidak mau mengudara, tapi dipaksanya terus. Sambil menyebut nama anak-anak dan istrinya, "Good bye Panji, Triawan, Tuti", Karbol menarik throtlle kuat-kuat. Akhirnya pesawat naik, hanya beberapa sentimeter dari pucuk pohon jati.
Walau sudah menjadi instruktur penerbang AURI, dunia edukasi belum bisa ditinggalkannya. Status pengajar di sekolah kedokteran tingkat I dan II di Klaten, tetap dilakoninya. Di sini uniknya. Kalau mau mengajar, dia berangkat dengan menerbangkan Hayabusha. Namun sebelum mendarat, "Biasanya dia nyambar kampusnya dulu, baru landing, dan naik sepeda motor ke kampus," jelas Abubakar. Ditambahkan Abubakar, Abdulrachman juga menggemari dunia otomotif. Dalam sebuah perlombaan di Jawa Barat, Abdulrachman mengantongi juara pertama dan memperoleh hadiah sebuah jam tangan bertuliskan FIAT.
Pergaulannya luas. Tidak hanya dikenal di kalangan penerbangan, radio, dan kedokteran, Bung Karnopun termasuk sohibnya. Pernah tanpa bisa menolak, Bung Karno naik sepeda motor BMW berdua Abdulrachman untuk makan sate di alun-alun kota Malang. Peristiwa unik berbarengan rapat Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), itu diceritakan Karbol ke Abubakar. "Mulanya Soekarno menolak, karena takut dikenali. Tapi saya kasih dia kacamata hitam dan topinya saya buka," cerita Karbol seperti ditirukan Abubakar. Hingga saat Abdulrachman gugur bersama Adisutjipto di Yogyakarta, Bung Karno tidak bisa menahan air matanya.
Sejak 17 Agustus 1952, nama penggemar fotografi yang karena hobinya membuat direktur asramanya pernah berkirim surat ke ayahnya untuk mengetahui apakah sang ayah sadar betapa besar uang dikeluarkan Abdulrachman untuk fotografi, diabadikan menggantikan nama Lanud Bugis, Malang. Pangkat putra kedua sebenarnya ketiga karena kakaknya meninggal dari sebelas bersaudara ini, dinaikkan menjadi marsekal muda.
Putra pertamanya Panji, mengikuti jejak sang ayah. Namun Tuhan bicara lain. Letkol (Pnb) Panji, penerbang MiG-21, gugur di depan mata keluarganya sendiri ketika sebuah pesawat ringan yang ditumpanginya, jatuh di Lanud Hussein Sastranegara, Bandung. Sementara anak keduanya diberi nama Triawan (Tri dari Tentara Republik Indonesia, TRI, dan awan), putra yang pernah dibawanya dari Madiun ke Malang karena harus pindah dinas. Caranya hebat. Triawan ditidurkannya di sebuah koper, lalu diterbangkannya dengan Cureng.