Kamis, Maret 26, 2015

Prancis Siap Transfer Teknologi Rafale ke Indonesia

Rafale

Pihak Prancis mengaskan pada Rabu kemarin bahwa mereka bersedia melakukan kerjasama industri dengan Indonesia seandainya Dassault Rafale terpilih sebagai jet tempur yang akan memodernisasi armada TNI AU.

Duta besar Prancis untuk Indonesia Corinne Breuzé mengatakan bahwa Prancis bersikap terbuka untuk semua kemungkinan kerjasama yang melibatkan pabrikan pesawat Prancis Dassault Aviation dan pabrikan pesawat milik negara PT Dirgantara Indonesia (PT DI).

"Dengan dukungan dari pemerintah Prancis, Dassault terbuka untuk kemungkinan kemitraan dan transfer teknologi," katanya dalam sebuah pernyataan.

Selain transfer teknologi, dia mengatakan bahwa Rafale adalah 100 persen buatan Prancis, sehingga penggunanya memiliki independensi penuh. "Mesinnya dirancang oleh Safran/Snecma, avionik oleh Thales, dan persenjataan oleh MBDA," kata dia.

Breuzé berbicara di sebuah acara untuk memperkenalkan jet tempur Rafale Prancis kepada masyarakat Indonesia, di Lanud Halim Perdana Kusuma Jakarta Timur.

Dia mengatakan bahwa keputusan untuk membawa Rafale ke Jakarta dibuat oleh Menteri Pertahanan Prancis dan Angkatan Udara setelah kunjungan kehormatan Menteri Pertahanan Indonesia Ryamizard Ryacudu, yang bertemu dengan counterpart-nya dari Prancis Jean-Yves Le Drian pada 10 Maret lalu.

Selama kunjungannya ke Prancis, Ryamizard juga mengunjungi jalur perakitan Rafale di Bordeaux-Merignac.

Dua jet tempur Rafale, terdiri dari Rafale B kursi ganda dan Rafale C kursi tunggal, tiba pada hari Senin di Lanud Halim Perdana Kusuma setelah berakhirnya pameran Langkawi International Maritime and Aerospace (LIMA) 2015 di Malaysia.

Pada hari Selasa, jet tempur tersebut membuat tiga kali penerbangan bersama pilot TNI AU yang terbang di Rafale B, pilot TNI AU duduk di kursi belakang.

Ada juga tampilan aerobatik tunggal yang dilakukan oleh Capt. Benoit Blanche dari Angkatan Udara Prancis.

Rafale datang sebagai kompetitor telat untuk menggantikan pesawat tempur tua buatan Amerika Serikat F-5E Tiger yang dioperasikan TNI AU.

Jet tempur Prancis ini akan menghadapi persaingan ketat dari kompetitor lainnya, seperti Sukhoi Su-35 dari Rusia, F-16 Block 60 dari Amerika, SAAB JAS-39 Gripen dari Swedia, dan Eurofighter Typhoon, yang merupakan pesawat hasil kolaborasi antara Jerman, Italia, Spanyol dan Inggris.

Disebut-sebut, TNI AU telah beberapa kali menyatakan keinginannya untuk Su-35, yang merupakan iterasi terbaru dari keluarga jet tempur Flanker. Meskipun begitu, keputusan akhir tetap berada di Kementerian Pertahanan.

Sementara itu, wakil presiden eksekutif Dassault Aviation untuk penjualan di Amerika, Afrika, dan Aisa  JPHP Chabriol mengatakan bahwa contoh terbaik dari kesungguhan Prancis untuk mentransfer teknologi adalah India, yang memilih Rafale.

Dia mengatakan bahwa dari pesanan 126 unit, 18 unit akan diproduksi di Prancis dan sisanya akan diproduksi sendiri oleh pabrik pesawat India melalui transfer teknologi progresif.

Chabriol juga mengatakan bahwa otoritas Prancis serta industri Prancis tidak membatasi transfer teknologi Rafale ke luar negeri.

"Satu-satunya kendalanya adalah aspek anggaran, akal sehat, dan efisiensi biaya," kata dia.

Dia mengatakan bahwa Dassault dan seluruh asosiasi perusahaan Prancis cukup terbuka untuk berdiskusi dengan Indonesia untuk membuat program yang sejalan dengan keinginan Indonesia.

"Kami tidak menerapkan apa-apa, kami siap untuk berdiskusi untuk menentukan skema transfer teknologi seperti apa yang optimal dalam rangka tawaran Rafale," kata Chabriol.

Selain transfer teknologi, Chabriol mengatakan Indonesia akan memiliki independensi penuh jika memilih Rafale, hal ini karena Rafale adalah 100 persen buatan Prancis, Indonesia tidak perlu berurusan dengan pihak ketiga.

Keuntungan lain apabila membeli Rafale, ia menambahkan, adalah bahwa jet tempur Rafale dapat digunakan dengan dukungan logistik yang sangat minim.


Sumber: The Jakarta Post
Gambar: Trevor Hannant/Wiki Common