Sabtu, Februari 01, 2014

Dibalik Akuisisi Google Atas Boston Dynamics


Desember 2013 lalu, Google mengakuisisi Boston Dynamics, perusahaan Amerika Serikat spesialis mengembangkan robot militer. Baik Google maupun Boston Dynamics tidak menjelaskan motif mereka. Para analis robotika dunia pun berusaha menyelidiki apa yang melatarbelakangi Google untuk membeli Boston Dynamics.

Mulai dari manufaktur, medis, sampai rumah tangga, robot sudah menjadi bagian penting dari kehidupan manusia saat ini. Tapi munculnya teknologi robot masa depan yang menakutkan dalam film-film Hollywood, memunculkan kekhawatiran tentang penggunaannya. Jadi tidak mengherankan jika pembelian Boston Dynamics oleh Google membuat orang-orang berpikir akan hadirnya semacam robot Terminator.

Satu contoh robot buatan Boston Dynamics saat ini yaitu Atlas, robot humanoid dengan tinggi 1,8 meter dan berat 150 kg yang terbuat dari aluminium dan titanium. Kehadiran robot Atlas sudah membuat khawatir tentang bagaimana perkembangan robot di masa depan nanti. Robot ini berjalan layaknya manusia dan dengan lengan dan tangan hidroliknya yang kompleks, robot ini dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar dengan tingkat ketepatan yang semakin tinggi.

Robot Atlas, BigDog dan Cheetah
Robot Atlas (kiri), BigDog (atas) dan Cheetah (bawah)
Dan tidak hanya membuat robot yang mirip manusia, Boston Dynamics juga menjadikan alam sebagai inspirasinya. Adalah robot Cheetah, yang bisa berlari dengan kecepatan 45 km/jam, menjadikannya sebagai robot tercepat di dunia. Boston Dynamics juga membuat BigDog, robot berkaki empat yang mirip dengan keledai pembawa beban, membawa peralatan untuk tentara di medan perang.

Pembelian Ironis Google?


Yang mengejutkan adalah mengapa Google yang kita kenal selama ini yang dengan motto tidak resminya "Don't be evil" mengakuisisi sebuah perusahan yang berfokus pada pengembangan robot militer. Poin keenam dalam kode etik Google disebutkan: "We make money by doing good things." Hal ini cukup ironi.

Mengapa harus membeli Boston Dynamics? Mengapa tidak membeli perusahaan-perusahan seperti yang 'biasa' dibeli Google selama ini? Jawaban yang paling tepat mungkin tidak ada yang tahu. Kedua perusahaan ini juga tetap bungkam untuk urusan ini. Ketika ditanya oleh analis robotika soal rencana masa depan di balik akuisisi tersebut, kedua perusahan tidak memberikan jawaban. Namun yang kita ketahui, sebuah artikel di New York Times pada bulan Desember mengungkapkan 'ternyata' Google telah membeli sejumlah perusahaan robotika di seluruh dunia.

Dengan sejarah yang selama ini mengembangkan kecerdasan buatan canggih, Google mungkin memang memiliki strategi jitu untuk menggabungkan robotika ke dalam bisnisnya. Pembelian besar atas delapan perusahan robotika pada tahun 2013, dan pembelian senilai USD 3,2 miliar atas perusahaan robotik Nest pada tahun 2014 ini, tampaknya semakin menegaskan bahwa Google memiliki strategi besar.

Matthew Mason, Direktur Institut Robotika Universitas Carnegie Mellon (CMU) di Pennsylvania, mengatakan bahwa pembelian-pembelian itu menunjukkan bahwa Google sangat mencintai teknologi, sekaligus ingin menjadi pemain di pasar robotika dunia.

"Akuisisi Boston Dynamics merupakan kasus yang sangat dramatis," kata Mason. "Ada sembilan perusahaan berbeda yang mereka telah beli, dengan variasi yang tidak begitu berbeda. Sangat sulit untuk melihat polanya, dan sedikit orang yang berpikir bahwa itu selaras dengan kepentingan Google (di bidang manufaktur dan logisitk). Tidak diketahui apakah mereka nanti akan melanjutkan pekerjaan dari Departemen Pertahanan AS (Boston Dynamics selalu menerima order dari militer AS melalui DARPA). Jika Google melakukannya, maka itu adalah hal baru bagi Google."

Google Sebagai Kontraktor Pertahanan?


Ada kemungkinan besar Google tidak akan membuat kontrak dengan Pentagon, karena Google sudah menegaskan tidak ingin menjadi kontraktor pertahanan. Jika hal ini benar adanya, berarti Google tidak akan bekerjasama dengan Pentagon, dan khususnya bekerjasama dengan Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA), yang merupakan mitra utama Pentagon dalam penelitian robotika.

Perusahaan yang kemungkinan siap untuk menggantikan tugas Boston Dynamics adalah Institut Robotik CMU, yang menerima hampir USD 80 juta per tahun untuk melaksanakan penelitian dan pengembangan prototipe robot untuk perusahaan dan pemerintah AS. Tim dari Institut Robotik CMU, baru-baru ini turut berkompetisi dalam DARPA's Robotics Challenge dan muncul sebagai juara ketiga dengan robot humanoid-nya.

Robot humanoid Institut Robotika CMU
Robot humanoid Institut Robotika CMU
DARPA Robotics Challenge yang diikuti oleh 16 tim ahli robot diadakan di arena Nascar di Florida Desember lalu. Serangkaian tantangan menguji kemampuan tiap-tiap robot untuk melintasi medan sulit, memanjat tangga, membuka pintu, menutup katup, dan bahkan sampai mengendarai mobil. Semua tantangan ini ditujukan untuk melihat bagaimana robot bisa merespon bencana, terutama untuk tugas-tugas yang membahayakan nyawa manusia. Bencana nuklir di Fukushima Jepang pada tahun 2011 menjadi salah satu contoh dari skenario tantangan ini.

Sebuah perusahaan teknologi robot dari Jepang yang bernama Schaft akhirnya memenangkan kompetisi DARPA dengan robot S-One-nya, yang mencetak 27 nilai mengesankan dari 32 tantangan. Mungkinkah selanjutnya Google juga akan mengakuisisi perusahaan Jepang ini? Kita ketinggalan berita, Schaft sebenarnya sudah menjadi salah satu perusahaan yang Google beli pada 2013 lalu. Sedangkan pemenang kedua adalah IHMC Robotics, yang menggunakan robot dari Boston Dynamic.

Dengan perusahaan-perusahaan Google yang menjadi pemenang di DARPA Robotics Challenge, mungkinkah Google akan memimpin pengembangan teknologi robotik dunia?

Penelitian Robotika: Dari Militer ke Komersial


"Boston Dynamics jelas merupakan salah satu inovator, jika tidak adalah inovator terkemuka dalam robotika untuk industri pertahanan," kata Direktur Humans and Automation Laboratory MIT yang juga seorang mantan pilot jet tempur, Missy Cummings. "Jadi, sekarang Google sudah memiliki (Boston Dynamics), ini akan dikomersialkan, karena itulah yang mereka lakukan (selama ini), dan ketika mereka mengkomersialkan teknologi itu, lalu siapa yang akan memimpin inovasi (robotika) untuk militer?"

Begitu banyak inovasi, maka bisa berubah ke pengembangan robot komersial, dan menempatkan pasar militer sebagai pilihan kedua.

Muncul angin segar tentang potensi penggunaan robot dalam sektor komersial. Amazon, perusahaan e-commerce besar, telah menujukkan minatnya dalam dunia robotika dalam demonstrasi 'Prime Air'-nya (konsep drone) pada bulan Desember 2013. Ini menunjukkan bahwa konsep drone makin menjadi bagian domain publik. Amazon juga membeli Kiva Systems pada tahun 2012, sebuah  perusahaan yang membuat robot kecil yang mampu secara otonom mengatur dan memindahkan paket-paket di gudang.

Inovasi komersial sekarang sudah semakin canggih, banyak robot militer yang digunakan saat ini sebenarnya berteknologi yang awalnya dirancang untuk keperluan industri. iRobot, perusahaan AS yang memproduksi robot penjinak bom "PackBot" menjadi satu bukti bahwa mereka telah memperoleh manfaat dari kemajuan komersial. Kepala iRobot, Franks Wilson, mengatakan bahwa militer bisa menjadi pioner inovasi namun pada akhirnya teknologi komersial-lah menjadikannya melebihi dari apa yang bisa dilakukan militer.

Robot PackBot
Robot penjinak bom 'PackBot'
"Kami tidak akan memiliki PackBot atau salah satu robot saja jika bukan karena ini bersifat komersial," jelas Wilson. "Di dalam robot kami tersembunyi banyak chip industri, sebagian chip yang kami gunakan untuk robot militer bahkan tidak berspesifikasi penuh militer, itu karena teknologi chip komersial telah meningkat, bahwa keandalan komponen industri komersial juga cocok untuk keperluan militer."

Dan robot-robot itu bahkan memiliki lebih banyak keunggulan untuk dioperasikan di lingkungan berbahaya seperti militer. Lebih dari 3.500 unit robot PackBot sudah digunakan militer dan sipil di seluruh dunia, dan militer AS sendiri telah menggunakannya secara intensif di Irak dan Afghanistan untuk menonaktifkan bom-bom IED (rakitan) yang mematikan. Robot PackBot jugalah yang pertama kali memasuki pembangkit listrik Fukushima untuk menilai kerusakan pada bangunan reaktor nuklirnya di tahun 2011.

Militer AS Tanpa Boston Dynamics


Analis militer AS menilai pembelian Google atas Boston Dynamics memiliki akan berdampak buruk pada penelitian robotika militer AS. Karena robot tidak hanya akan meniadakan ancaman terhadap manusia disaat-saat perang atau mengatasi bom. Harga bagian-bagian tubuh robot juga lebih murah dari "harga" potongan tubuh seorang prajurit, ini merupakan salah satu keuntungan utama dari penggunaan teknologi robot.

Jenderal Robert Cone, Kepala Training and Doctrine Command militer AS, baru-baru ini berbicara pada sebuah simposium penerbangan militer, mengatakan bahwa ia ingin merampingkan ukuran tim brigade tempur dari 4.000 menjadi 3.000. Defisit 1.000 prajurit akan diisi oleh gabungan robot dan sistem tak berawak, katanya. Ini bertepatan dengan Pentagon yang baru merilis sistem tak berawak baru, antara lain drone yang mirip burung dan mobil robot bertenaga surya.

Dengan ketiadaan Boston Dynamic, apakah Pentagon memiliki sumber daya untuk memenuhi tujuan-tujuan ambisiusnya?. Hanya waktu yang dapat menjawabnya.