Rabu, Februari 20, 2013

Black Hawk, Pilihan Tepat TNI AD

UH-60 varian dari Black Hawk standar
UH-60 varian dari Black Hawk standar
Sebagian kalangan menyambut baik rencana Kementerian Pertahanan untuk membeli helikopter serbu Black Hawk untuk TNI AD dari Amerika Serikat. Helikopter serbu jenis Black Hawk memang sangat diperlukan oleh TNI AD, mengingat selama ini TNI AD hanya menggunakan helikopter jenis Bell yang teknologinya sudah jauh tertinggal dari helikopter militer masa kini.

Rizal Darma Putra, seorang pengamat militer dari Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia mengatakan bahwa pilihan TNI AD kepada Black Hawk sangat tepat, apalagi TNI AD sangat membutuhkan mobilisasi pasukan ke daerah-daerah terpencil. Black Hawk merupakan helikopter multifungsi yang harganya lebih murah dari pada helikopter Apache, meskipun kedua fungsi helikopter ini cukup berbeda.

Helikopter Black Hawk dibuat oleh Sikorsky Aircraft Corporation, Amerika Serikat. Heli serbu ini sudah sukses ambil bagian dalam berbagai pertempuran antara lain di Grenada, Panama, Iraq, Somalia, negara-negara Balkan, Afganistan, dan sejumlah konflik di Timur Tengah. Artinya helikopter ini sudah teruji untuk digunakan di medan perang sesungguhnya. Selain itu, Black Hawk bisa mengangkut pasukan ke daerah-daerah konflik dan juga dapat digunakan dalam penanganan bencana alam.

Helikopter yang pertama kali terbang pada tahun 1974 ini masih digunakan hingga saat ini, tentu dengan penyempurnaan teknologi. Sejumlah negara yang menggunakan Black Hawk selain AS adalah Korea Selatan, Kolombia, dan Turki. AS sendiri bahkan menggunakan Black Hawk sebagai helikopter untuk mengangkut pejabat penting pemerintah. Rizal juga berharap TNI AD sudah memikirkan penempatan skuadron helikopter ini di masa mendatang agar penggunaannya efektif.

Dari segi kegunaan, helikopter bermesin ganda ini mampu melakukan berbagai misi, terutama sebagai transportasi taktis pasukan. Black Hawk dapat disematkan meriam Howitzer m-119 105 milimeter dengan 30 putaran amunisi. Black Hawk juga dilengkapi avionik dan perangkat elektronik canggih agar tetap bisa beroperasi saat kondisi ekstrim.

8 Apache = 20 Black Hawk

Sebelumnya, Kemenhan menyatakan sedang mengkaji pembelian helikopter serbu Black Hawk. Kajian dilakukan karena rencana awal pembelian helikopter serang Apache terbentur dana, harganya terlampau mahal. Pembelian helikopter Apache sebenarnya sudah mendapatkan izin dari pemerintah AS, hanya saja Kemenhan menginginkan jumlah yang banyak.

"Ya, masalahnya ada pada alokasi anggaran untuk pembelian helikopter serang yang terbatas. Kalau kita tidak bisa mendapatkan Apache yang cukup banyak, kita ingin Black Hawk. Yang terpenting, helikopter tempur kita itu cukup banyak dan bisa untuk membangun kekuatan," kata Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro.

Namun begitu, Kemenhan belum bisa memutuskan akan memilih helikopter jenis apa. Saat ini Kemenhan sedang menghitung dari dana yang sudah disediakan Kementerian Keuangan dan Bappenas. Ditargetkan, pembelian helikopter serang bisa terlaksana tahun ini. "Kita sedang mengejar waktu karena masa bakti kita kan tinggal tahun depan," jelasnya.

Mantan Kepala Badan Perencanaan Pertahanan yang masih dipercaya menjelaskan soal pembelian helikopter ini, Mayjen Ediwan Prabowo menjelaskan, pemerintah mengalokasikan 400 juta dollar AS untuk pembelian helikopter serang. Jika dibandingkan, uang sebesar itu hanya mampu untuk membeli 8 unit Apache karena kisaran harganya mencapai 45 juta dollar AS per unit. "Jika untuk membeli Black Hawk lebih banyak lagi, bisa mencapai 20 unit," kata Ediwan.

Harus Transparan

Rizal juga berharap agar Kementerian Pertahanan transparan dalam pembelian Black Hawk. Sebaiknya Kemenhan mengkaji terlebih dahulu perawatan, ketersediaan suku cadang (sucad), dan Black Hawk dari varian/spesifikasi apa. "Kontinuitas dari helikopter sangat penting untuk mengantisipasi jika terjadi embargo di masa depan," katanya.Anggota DPR Komisi I Susaningtyas Kertopati juga berharap rencana pembelian itu harus dikaji seefektif dan seefisien mungkin. Jika diperlukan lakukan penelitian yang mendalam untuk menentukan pilihan.
Riset yang diperlukan meliputi, apakah helikopter tersebut cocok dengan peta kekuatan pokok minimal (MEF) yang sebelumnya telah ditetapkan. "Apakah helikopter itu juga cocok dengan geografis Indonesia. Dan apakah cocok dengan sistem pertahanan yang kita bangun," katanya.

Sumber: Koran Jakarta
Kredit foto : mymodelplanes.wordpress.com