Google telah mengeluarkan beberapa juta dolar untuk teknologi satelit untuk menentukan lokasi kapal yang berlayar di laut. "Tiga juta dolar itu untuk biaya keseluruhan program," Michael Jones, Kepala Advokat Teknologi di Google Ventures mengatakan di konferensi bersama tahunan "warfighting" yang diselenggarakan oleh US Naval Institute dan Gabungan Industri Elektronik (AFCEA). Google telah berbicara dengan 50 perwakilan dari angkatan laut di seluruh dunia mengenai teknologi terbaru mereka ini dan teknologi ini dapat mengetahui trek kapal lebih baik daripada komandan kapal itu sendiri. "Saya sering melihat mereka tidak tahu pasti dimana posisi mereka sendiri," kata Jones. "Saya marah, karena saya yang hanya warga sipil bisa melakukan ini sedangkan seluruh Departemen Pertahanan tidak bisa."
Teknologi terbaru Google ini membuat Google bagaikan lembaga intelijen, tentu saja tren menarik ini menjadi sorotan bagi komunitas intelijen dan militer.
"Saya pikir, masalah makro disini adalah : Selamat datang di era baru transparansi," kata Keith Masback, prsiden Geospatial Intelligence Foundation Amerika Serikat. "Akses ke data dari angkasa dan penginderaan jauh dari udara tampaknya telah menjadi relatif, GPS dimana-mana, orang Cina dan Eropa telah membuat sistem PNT (Positioning, Navigation and Timing) sendiri." "Blow up oleh Google mengenai pelacakan kapal, pengumpulan data batimetri dan potensi proliferasi dari sistem udara tak berawak merupakan perpanjangan alami dari transparansi kami yang memang akan kami kemukakan di tahun-tahun kedepan," lanjut Keith Masback. -Wah ngeles nih paman Sam, gengsi dong kalah sama eyang Google hehe....-.
Google Juga Memetakan Dasar Laut
Seperti proyek baru lainnya dari Google, yaitu proyek memetakan dasar laut, teknologi pelacakan kapal oleh Google ini jelas akan mengambil keuntungan dari investasi sebelumnya oleh pihak lain. Dalam hal ini, Sistem Identifikasi Maritim Otomatis yang dikenal sebagai AIS, sistem transponder dipasang di semua kapal yang berlayar di laut dan secara periodik akan mengirimkan posisi mereka demi menghindari tabrakan bahkan ketika kru tidak dapat melihat langsung kepada kapal lain karena gelap atau cuaca yang buruk.
Sinyal AIS sebenarnya hanya dirancang untuk terdeteksi sejauh 20 mil laut, namun para peneliti yang dipimpin oleh sebuah Universitas di Yunani 'Aegean' mengembangkannya menjadi lebih jauh, antena berbasis tanah dapat menerima sinyal melalui jarak yang lebih jauh, tapi itu relatif masih di dekat pantai saja. Dengan menggunakan teknologi Google, posisi kapal dapat dideteksi dimanapun posisinya. Perusahaan ini telah bekerjasama dengan pemerintahan di berbagai belahan dunia untuk membantu mereka melacak kapal liar penangkap ikan di zona ekonomi eksklusif serta rencana untuk menyediakan data bagi jutaan pengguna Google Maps.
Sebenarnya ini bukan teknologi baru bagi Google, hanya saja teknologi pelacakan kapal ini ditingkatkan dari sebelumnya. Teknologi Google sangat berarti hampir bagi setiap orang di dunia ini. Namun tetap saja ada batasan yang jelas untuk kegiatan mengakses informasi oleh pengguna.
Yang terpenting, kapal bisa mematikan pemancar sinyalnya, artinya teknologi Google ini mungkin tidak menimbulkan ancaman bagi operasi-operasi militer rahasia. Sumber intelijen mencatat, pengiriman data Google masih memiliki batasan penting. "It's not the ships you can see, but the ships you can't see that matter," sumber tersebut mengatakan.
Walau bagaimanapun, teknologi ini jelas akan bermanfaat bagi praktisi deteksi, orang bisa mengetahui pola pelayaran di AS atau di laut lainnya. Hal ini juga memungkinkan untuk digunakan mendeteksi teroris dan perompak yang akan merencanakan serangan terhadap pelayaran komersial.
Ancaman Bagi Militer?
Sebuah proyek jangka panjang memang penuh dengan risiko. Google menjalankan proyek lima tahun untuk memetakan seluruh dasar laut dengan menggunakan sensor tanpa awak yang berlayar di laut, dengan akurasinya yang cukup tepat, memungkinkan bagi Google untuk menemukan rahasia-rahasia militer yang berada di laut yang tersebunyi. Hal ini berpotensi memunculkan kegiatan "perburuan harta karun" oleh kekuatan asing, Jones memperingatkan. Office of Naval Research (ONR) sebenarnya telah melakukan penelitian terhadap hal ini tapi programnya dihentikan karena kekurangan dana. Google lalu merekrut 17 orang yang sebelumnya bekerja pada proyek tersebut untuk dipekerjakan kembali. Sebuah sindiran mengatakan "Program Angkatan laut AS tersebut merupakan sebuah karya besar, namun mereka terlalu miskin untuk melakukannya".
Program pemetaan dasar laut oleh Google ini juga dapat mengetahui kekuatan jumlah armada kapal selam suatu negara.
Google telah merilis lebih dari 20 miliar foto 3 dimensi yang akurat mengenai komposit kota bahkan bangunan individu di seluruh dunia bahkan termasuk interior seperti landmark utama Basilika Santo Petrus di Vatikan untuk disajikan bagi publik internet.
Namun, para intelijen mengatakan, data Google memang memiliki daya tarik komersial yang sangat besar, bahkan kemapuan militer dan intelijen pun terbatas. Tapi, kebanyakan data Google adalah gambar yang di update hanya setiap minggu atau bulan, jadi gambar-gambar Google tidak dapat dijadikan acuan bagi operasi/penargetan militer yang memang harus menuntut gambar yang real time. "Hanya karena Anda memiliki data, tidak berarti Anda dapat menganalisanya atau bahkan menggunakannya," seorang intelijen melanjutkan.