Teknologi roket pertama kali ditemukan oleh sarjana Muslim dan mulai diperkenalkan pada Perang Salib di Fustat dan Dumyat (Mesir) pada tahun 1168, dan di medan perang Al-Mansurah pada tahun 1249.
Pada 1240, Hassan al-Rammah, seorang sarjana Muslim kelahiran Syria, memperkenalkan bubuk mesiu (gun powder) lengkap dengan formulasi anak panah berhulu ledak dan prinsip-prinsip roket periode awal, termasuk torpedo.
Al-Furusiyyah wa Al-Manasib Al-Harbiyyah adalah buku karangan al-Rammah yang menjadi kitab rujukan teknologi persenjataan modern. Al-Rammah menjelaskan secara detail seluk-beluk bahan baku pembuat bubuk mesiu, yaitu potasium (kalium) nitrat.
Meskipun bubuk mesiu telah dikenal di dataran Cina sejak abad ke-11, penggunaannya masih
terbatas pada mercon. Baru pada sekitar 1412, Huo Lung Cing, seorang sarjana Cina, menulis buku tentang bubuk mesiu dalam skala besar.
Kecepatan para sarjana muslim dalam menemukan teknologi mesiu daripada Cina disebabkan pergerakan penyebaran Islam yang meluas hingga negeri Tirai Bambu itu. Para pedagang dan ilmuwan Muslim yang mendarat di Cina mempelajari fungsi kalium nitrat untuk pertama kalinya. Bukti otentiknya, sejarawan mencatat, pada tahun 880 saja di distrik Kanton telah bermukim sekitar 120.000 orang Islam, Yahudi, dan Persia.
Sarjana Muslim yang meneliti kalium nitrat pertama kali adalah Khalid ibn Yazid pada 709. Khalid secara teratur menggunakan kalium nitrat dalam penelitian metalurginya, terutama untuk memproduksi asam sendawa dari senyawa untuk bahan baku bom dan aqua regia. Temuannya ini kemudian diteruskan oleh Jabbir ibn Hayyan, Abu Bakr ar-Razi, dan ilmuwan Muslim lainnya.
Dalam literatur Arab ada dua proses standar pembuatan kalium natrium yang sangat terkenal, yaitu proses Ibnu Bakhtawaih dan proses Hassan al-Rammah. Ibnu Bakhtawaih telah memulai pembuatan bubuk mesiu pada abad ke-11, dengan membekukan air yang telah dicampur dengan kalium nitrat, yang kemudian menghasilkan shabb yamani (tawas yaman).
Lalu, Ibnu Bakhtawaih menuliskan proses temuannya itu dalam bukunya, Al-Muqaddimat. Pada abad ke-13, al-Rammah menyempurnakan temuan ini dengan proses yang lebih lengkap. Al-Rammah juga memperkaya buku Al-Furusiyyah dengan teknik pembuatan roket, meriam, bazoka, dan torpedo.
Dari roket ke meriam
Bermula dari sebuah buku, sarjana Suriah pada abad ke-13 tersebut mengenalkan teknologi militer berupa roket. Ia tak hanya menuliskan buku tentang roket, tetapi juga membuat roket. Pada akhirnya, roket dan buku karya al-Rammah menjadi sebuah jejak bagi pengembangan teknologi roket berikutnya. Roket pertama yang terdokumentasikan dalam bukunya dipamerkan di National Air and Space Museum, Washington DC, Amerika Serikat.
Pada September 2000, seorang ilmuwan dari Zurich, Swiss, Prof. Dr. Mohamed Mansour, berkunjung ke Washington DC. Ia tak hanya mendapatkan informasi tentang pembuatan roket, tapi juga bahan bakarnya. Ia bahkan mendapatkan salinan buku al-Rammah yang telah diedit.
Dalam bukunya, al-Rammah memang tak hanya membahas pembuatan roket, tapi juga memberikan gambaran mengenai penggunaan bubuk mesiu. Pada masa berikutnya, mesiu ini akan menjadi hal yang penting dalam perkembangan teknologi dan alat militer, yakni berupa meriam.
Buku karya al-Rammah merupakan buku pertama yang menjelaskan prosedur pemurnian potasium nitrat untuk menghasilkan ledakan dahsyat. Ia tentu tak sembarang menulis sebab terlebih dahulu ia melakukan uji ledak takaran mesiu yang dibuatnya.
Pada masa sebelumnya, yaitu abad ke-10, sarjana seperti al-Razi dan al-Hamdany juga telah memberikan gambaran tentang potasium nitrat dalam pembuatan komposisi mesiu. Pada abad yang sama, tulisan mereka juga diperoleh dalam sebuah manuskrip berbahasa Arab Suriah.
Menurut seorang cendekiawan bernama Ibnu al-Bitar, pada 1240, dalam manuskrip berbahasa Arab Suriah itu diterangkan sejumlah resep pembuatan mesiu, salah satunya menggunakan potasium nitrat. Di sisi lain, ada pula terjemahan manuskrip tersebut.
Berdasarkan catatan sejarah, buku bahasa Latin berjudul Liber Ignium karya Marcus Graecus berangka tahun 1300, merupakan terjemahan dari buku berbahasa Arab itu. Isinya banyak tulisan mengenai komposisi bahan pembuatan mesiu.
Sebenarnya, buku berbahasa Arab mengenai mesiu ataupun bidang kimia banyak dipelajari orang-orang Barat. Seorang ilmuwan berkebangsaan Jerman, Albert Magnus, memperoleh informasi Liber Ignium dari buku berbahasa Arab yang telah diterjemahkan di Spanyol.
Jejak-jejak penggunaan potasium nitrat juga ditemukan pada 1218 selama pengepungan Dumyat dan dalam pertempuran Al-Mansoura pada 1249. Di sisi lain, sejumlah sejarawan memperkirakan orang-orang Cina kemungkinan mengenal mesiu dari para pedagang Arab.
Setidaknya, ada empat manuskrip berbahasa Arab dikenal sebagai Almakhzoun, yang menjelaskan tentang hal tersebut. Satu manuskrip terdapat di St Petersburg (Rusia), dua di Paris (Prancis), dan satu lagi di Istanbul (Turki) pada 1320. Manuskrip tersebut menggambarkan meriam portabel dengan bubuk mesiu. Penggambaran meriamnya pada prinsipnya sama dengan senjata modern.
Meriam telah digunakan dalam banyak pertempuran, seperti pertempuran Ain-Galout, yang terkenal dalam melawan invasi Mongol pada 1260. Dinasti Mamluk telah mengembangkan kanon lebih lanjut pada abad ke-14.
Tentara Arab juga telah menggunakan meriam. Mereka menggunakan senjata itu untuk melindungi kota-kota di Spanyol, seperti Sevilla pada 1248, Granada pada 1319, Baza atau Albacete pada 1324, Martos dan Huescar pada 1325, Alicante pada 1331, serta Algeziras antara 1342-1344.
Dapat disimpulkan, sejarah artileri di Spanyol terkait dengan orang-orang Arab. Pada masa pertengahan, orang-orang Arab juga memperkenalkan senjata api ke Spanyol. Kemudian, senjata tersebut dikenal di Italia, Perancis, dan akhirnya sampai ke Jerman.
Dari panah api hingga roket bersayap tujuh
Selain penggunaan bubuk mesiu yang terus berkembang, al-Rammah juga menguraikan berbagai cara membuat panah dan tombak api. Ia memberikan gambaran pula mengenai sebuah teknologi yang kemudian disebut dengan torpedo. Ia menggambarkan torpedo sebagai sebuah benda berbentuk telur yang bergerak sendiri dan terbakar. Torpedo yang ada dalam benaknya adalah yang mampu bergerak di atas permukaan air.
Al-Rammah menguraikan, torpedo itu digerakkan oleh roket yang terbuat dari dua panci dipipihkan dan direkatkan. Di dalamnya, berisi serbuk logam dan campuran serbuk mesiu. Roket ini juga dilengkapi ekor untuk memastikan torpedo bergerak lurus.
Di samping pengembangan senjata berhulu ledak, para cendekiawan Muslim pada abad ke-13 memiliki pengetahuan memadai soal teknologi militer, termasuk penggunaan bubuk mesiu untuk menggerakkan roket. Hal ini terlihat dalam buku yang ditulis Hassan al-Rammah berjudul Kitab Al-Furusiya val-Muhasab Al-Harbiya dan Niyahat Al-Su'ul val-Ummiya fi Ta'allum A'mal Al-Furusiya.
Ia menggambar sebuah torpedo digerakkan dengan sebuah roket yang berisi bahan peledak. Dokumen lain yang membahas soal militer dan peralatan militer juga ditemukan pada abad ke-14. Bagian pertama dokumen ini disebut Kitab An'q fi'manajniq yang ditulis pada 775 untuk Ibn Aranbugha al-Zardkish, seorang komandan militer Muslim. Namun, penulisnya tak diketahui.
Sedangkan, bagian kedua dokumen itu adalah sebuah buku yang disebut Kitab Al-hiyal fi'l-hurub ve fath almada'in hifz al-durub. Buku ini berisi tentang uraian soal teknologi roket, bom, dan panah berapi yang ditulis oleh komandan Turki, Alaaddin Tayboga al-Omari al-Saki al-Meliki al-Nasir.
Seorang ilmuwan dari Turki, Lagari Hasan Celebi, juga terbang dengan menggunakan roket bersayap tujuh. Ini merupakan teknologi yang ia temukan sendiri. Dengan hasil temuannya, ia berhasil mendarat dengan aman di atas permukaan laut dengan sayap-sayap elangnya itu. Ia dikenal dalam sejarah dunia penerbangan dengan teknik roket.
Pada masa selanjutnya, sekitar 1703, sebuah karya berjudul Ummul-Gaza yang ditulis Ali Aga memberikan gambaran mengenai pengembangan teknologi roket. Roket-roket tersebut merupakan pengembangan yang dilakukannya sebelumnya dan disebut tulumbas. (Republika)