Jet tempur F-35 Pentagon mungkin belum akan beroperasi sepenuhnya hingga tahun 2019, hal ini karena ditemukan kesalahan pada komputernya baru-baru ini. Padahal jet termahal AS yang proyeknya senilai USD 400 miliar ini direncanakan akan mulai beroperasi pada tahun depan.
F-35 adalah pesawat tempur generasi kelima yang terdiri dari tiga varian, yaitu untuk Angkatan Udara, Angkatan Laut dan Korps Marinir Amerika Serikat untuk menggantikan pesawat tempur sebelumnya. Rencananya, F-35 akan bergabung dengan Korps Marinir AS pada tahun depan dan Angkatan Udara AS pada tahun 2016.
F-35 dikembangkan untuk menggantikan pesawat serangan darat A-10 Warthog dan F-16 Angkatan Udara AS, pesawat berbasis kapal induk Boeing F/A-18 Hornet Angkatan Laut, dan Boeing AV-8B Harrier II Jump Jet milik Korps Marinir AS.
Namun, senjata utama pesawat ini yang paling ditunggu tidak akan bisa berfungsi akibat kesalahan pada komputernya. Meriam rotary empat laras untuk F-35 varian Angkatan Udara (F-35A) tidak bisa berfungsi hingga software baru dikembangkan, padahal pesawat ini akan segera bergabung dengan Angkatan Udara AS pada tahun depan.
"Tidak akan ada senjata hingga ada software 3F (Joint Strike Fighter), tidak ada software untuk mendukung penggunaan senjata atau (bahkan hingga) empat tahun kedepan," kata seorang pejabat Angkatan Udara AS yang turut dalam proyek F-35 mengatakan kepada Daily Beast. "(Software) Block 3F dijadwalkan baru akan dirilis pada tahun 2019."
Masalah ini terbilang sangat akut untuk sebuah jet tempur dengan salah satu misinya untuk operasi dukungan udara (Close Air Support/CAS). F-35 memang masih dipersenjatai dengan senjata lain, tapi ini masih belum cukup.
"Kurang canggihnya tembakan artileri di sebuah pesawat dalam mendukung operasi CAS merupakan suatu kecacatan besar," seorang pilot berpengalaman memberikan komentar kepada Daily Beast. "(Padahal) Pertempuran CAS lebih sering terjadi."
Dilengkapi dengan senjata, versi F-35A Angkatan Udara membawa amunisi yang cukup. Meskipun mampu menembak hingga 3.300 putaran per menit, namun pesawat ini hanya membawa membawa 180-220 putaran. Dua F-35 versi lain yaitu versi Angkatan Laut dan Korps Marinir memiliki konfigurasi pod senjata eksternal yang berbeda.
Produksi F-35 yang menghadapi penundaan dan masalah membengkaknya biaya proyek akibat berbagai masalah pada perangkat lunak dan cacat produksi. Proyek jet yang telah menelan biaya USD 400 miliar dimulai pada tahun 2006. Biaya telah membengkak dua kali lipat sejak awal konstruksi pada tahun 2011, sehingga menjadikan proyek F-35 sebagai proyek senjata termahal dalam sejarah militer.
Namun, Pentagon membantah pengoperasian F-35 akan tertunda, International Business Times melaporkan. Di samping itu juga tidak ada pihak yang bertanggung jawab pada proyek F-35 (dalam hal ini Lockheed Martin) yang memberikan komentar perihal ini.
Desember lalu, masalah dengan bahan bakar juga ditemukan. Mesin F-35 akan mati ketika bahan bakar terlalu panas, meskipun informasi ini dibantah oleh Pentagon.
Musim panas lalu, F-35 seharusnya menjadi bintang penerbangan pada pameran udara Farnborough Air Show di Hampshire, Inggris, namun pesawat yang paling ditunggu penampilannya ini tidak muncul. Hal ini terkait pengandangan seluruh F-35 sebelumnya akibat insiden kebakaran F-35 di sebuah Pangkalan Udara di Florida pada bulan Juni 2014.
Pentagon berencana membeli 2.443 jet F-35 dalam tiga varian. Inggris juga telah mengorder 14 jet, Namun, proyek pesawat tempur generasi kelima ini semakin menuai kritikan tajam terkait biaya pengembangannya yang fantastis.
"Bagi saya, hal ini memberikan indikasi jelas bahwa program (F-35) ini dalam masalah serius," kata seorang pejabat Angkatan Udara AS kepada Daily Beast.
F-35 dirancang dan dibangun oleh perusahaan Amerika Lockheed Martin Aeronautics yang sebelumnya memproduksi F-16 Fighting Falcon, pesawat tempur multiperan yang memiliki reputasi yang baik di seluruh dunia. (RIA Novosti)
F-35 adalah pesawat tempur generasi kelima yang terdiri dari tiga varian, yaitu untuk Angkatan Udara, Angkatan Laut dan Korps Marinir Amerika Serikat untuk menggantikan pesawat tempur sebelumnya. Rencananya, F-35 akan bergabung dengan Korps Marinir AS pada tahun depan dan Angkatan Udara AS pada tahun 2016.
F-35 dikembangkan untuk menggantikan pesawat serangan darat A-10 Warthog dan F-16 Angkatan Udara AS, pesawat berbasis kapal induk Boeing F/A-18 Hornet Angkatan Laut, dan Boeing AV-8B Harrier II Jump Jet milik Korps Marinir AS.
Namun, senjata utama pesawat ini yang paling ditunggu tidak akan bisa berfungsi akibat kesalahan pada komputernya. Meriam rotary empat laras untuk F-35 varian Angkatan Udara (F-35A) tidak bisa berfungsi hingga software baru dikembangkan, padahal pesawat ini akan segera bergabung dengan Angkatan Udara AS pada tahun depan.
"Tidak akan ada senjata hingga ada software 3F (Joint Strike Fighter), tidak ada software untuk mendukung penggunaan senjata atau (bahkan hingga) empat tahun kedepan," kata seorang pejabat Angkatan Udara AS yang turut dalam proyek F-35 mengatakan kepada Daily Beast. "(Software) Block 3F dijadwalkan baru akan dirilis pada tahun 2019."
Masalah ini terbilang sangat akut untuk sebuah jet tempur dengan salah satu misinya untuk operasi dukungan udara (Close Air Support/CAS). F-35 memang masih dipersenjatai dengan senjata lain, tapi ini masih belum cukup.
"Kurang canggihnya tembakan artileri di sebuah pesawat dalam mendukung operasi CAS merupakan suatu kecacatan besar," seorang pilot berpengalaman memberikan komentar kepada Daily Beast. "(Padahal) Pertempuran CAS lebih sering terjadi."
Dilengkapi dengan senjata, versi F-35A Angkatan Udara membawa amunisi yang cukup. Meskipun mampu menembak hingga 3.300 putaran per menit, namun pesawat ini hanya membawa membawa 180-220 putaran. Dua F-35 versi lain yaitu versi Angkatan Laut dan Korps Marinir memiliki konfigurasi pod senjata eksternal yang berbeda.
Produksi F-35 yang menghadapi penundaan dan masalah membengkaknya biaya proyek akibat berbagai masalah pada perangkat lunak dan cacat produksi. Proyek jet yang telah menelan biaya USD 400 miliar dimulai pada tahun 2006. Biaya telah membengkak dua kali lipat sejak awal konstruksi pada tahun 2011, sehingga menjadikan proyek F-35 sebagai proyek senjata termahal dalam sejarah militer.
Namun, Pentagon membantah pengoperasian F-35 akan tertunda, International Business Times melaporkan. Di samping itu juga tidak ada pihak yang bertanggung jawab pada proyek F-35 (dalam hal ini Lockheed Martin) yang memberikan komentar perihal ini.
Desember lalu, masalah dengan bahan bakar juga ditemukan. Mesin F-35 akan mati ketika bahan bakar terlalu panas, meskipun informasi ini dibantah oleh Pentagon.
Musim panas lalu, F-35 seharusnya menjadi bintang penerbangan pada pameran udara Farnborough Air Show di Hampshire, Inggris, namun pesawat yang paling ditunggu penampilannya ini tidak muncul. Hal ini terkait pengandangan seluruh F-35 sebelumnya akibat insiden kebakaran F-35 di sebuah Pangkalan Udara di Florida pada bulan Juni 2014.
Pentagon berencana membeli 2.443 jet F-35 dalam tiga varian. Inggris juga telah mengorder 14 jet, Namun, proyek pesawat tempur generasi kelima ini semakin menuai kritikan tajam terkait biaya pengembangannya yang fantastis.
"Bagi saya, hal ini memberikan indikasi jelas bahwa program (F-35) ini dalam masalah serius," kata seorang pejabat Angkatan Udara AS kepada Daily Beast.
F-35 dirancang dan dibangun oleh perusahaan Amerika Lockheed Martin Aeronautics yang sebelumnya memproduksi F-16 Fighting Falcon, pesawat tempur multiperan yang memiliki reputasi yang baik di seluruh dunia. (RIA Novosti)