Minggu, Juni 02, 2013

Pro dan Kontra RUU Wajib Militer (Komcad)

Marinir latihan
 
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini tengah menggodok Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan Negara (RUU Komcad). Dalam RUU ini, terdapat pasal yang mengatur agar setiap warga negara yang memenuhi syarat harus wajib militer yang dianggap kontroversial. Namun, rupanya wajib militer ini didukung oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Pembentukan UU Komcad itu memang sudah termaktub dalam Tap MPR No VI/MPR/2000 dan Tap MPR No VII/MPR/2000. Maka, dari sudut politik perundang-undangan, pembentukan UU Komcad itu memang harus dilakukan, Wakil Ketua MPR, Hajriyanto Thohari, mengatakan.

RUU ini sudah ada di DPR sejak 2002. Awal tahun ini pernah dibahas. Namun saat ini belum menjadi prioritas dalam pembahasan RUU di DPR. Pembahasan RUU Komcad ditunda hingga RUU Keamanan Nasional (Kamnas) selesai.

Pasukan Komponen Cadangan dibentuk untuk memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan Tentara Nasional Indonesia sebagai komponen utama dalam upaya penyelenggaraan pertahanan negara.

Dilanjutkannya, dalam hal pertahanan, TNI merupakan komponen utama dan rakyat merupakan komponen pendukung. Sedangkan yang disebut dengan Komponen Cadangan adalah rakyat Indonesia yang terlatih dan yang sudah mengikuti wajib militer.

"Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam bela negara," kata Hajriyanto, Minggu 2 Juni 2013.

Wajib militer, Hajriyanto menjelaskan, juga dapat menjadi instrumen untuk memperkuat disiplin sosial. Diharapkan, setiap warga negara yang sudah mengikuti wajib militer dapat menjadi "ragi" bagi masyarakat atau komunitas sekelilingnya.

Ada beberapa hal yang menguntungkan dilakukan wajib militer. Diantaranya, jumlah personil TNI sebagai komponen utama pertahanan tidak perlu besar. Sebab, dia menilai, TNI yang terlalu besar tidak efisien - efeknya akan menghemat anggaran dan anggaran tersebut bisa dialihkan untuk hal lain seperti peningkatan alutsista modern.

"Yang penting postur TNI itu ramping tapi profesional, yang well-trained, well-paid, well equipped. Kekurangannya dipenuhi dengan komponen cadangan. Walhasil bagus sekali UU ini diadakan," kata dia.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Wakil Ketua MPR lainnya, Lukman Hakim. Dia mengatakan, wajib militer harus diarahkan dalam upaya memperkokoh kecintaan warga negara terhadap kedaulatan NKRI.

‎Untuk itu, wajib militer perlu ditujukan bagi sebanyak mungkin elemen bangsa. "Ini amat positif bagi ketahanan nasional kita. Melalui wajib militer tersebut, tak hanya ketahanan fisik yang dilatih untuk terus ditingkatkan, tetapi utamanya adalah penanaman kesadaran akan cinta tanah air," ujar dia.

Untuk itu, kata dia, wajib militer perlu diperluas ke elemen masyarakat, misalnya, pada mahasiswa, ormas kepemudaan, kader parpol, dan lainnya.

Sanksi Berlebihan

Namun, Hajriyanto berpendapat, aturan pemberian sanksi untuk warga yang menolak ikut wajib militer, dinilai belum perlu.

"Itu berlebihan kalau diberlakukan bagi masyarakat umum. Tetapi kalau diberlakukan khusus bagi PNS sangatlah wajar. Tanpa ancaman hukuman saja saya yakin akan banyak putra-putri bangsa yang bersedia ikut wajib militer," ujarnya.

Dalam RUU itu, disebutkan, bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat, harus ikut wajib militer. Jika tidak, hukuman pidana 1 tahun penjara menanti.

Ketua MPR Taufik Kiemas, juga pernah mengatakan dukungannya terhadap aturan wajib militer ini. Sebab, ada hal-hal positif lainnya yang dapat diperoleh dengan diadakannya wajib militer, meski saat ini tidak dalam keadaan perang. "Masalah gempa juga harus siap siaga," kata Taufik.

Taufik mengimbau masyarakat tidak khawatir dengan adanya wajib militer ini. Sebab, sebenarnya, kewajiban membela negara adalah amanat Undang-Undang Dasar. "Jadi jangan khawatir."

Wajib Militer Perlu Karena Fungsi TNI Belum Maksimal
 
Anggota Komisi I DPR I Bidang Pertahanan DPR, Susaningtyas Kertopati menilai wajib militer bagi warga negara Indonesia diperlukan karena TNI belum mampu melaksanakan fungsi pertahanan secara menyeluruh. Wacana wajib militer ini tercantum dalam Rancangan Undang-undang Komponen Cadangan Negara (RUU Komcad).

"Hal ini disebabkan keterbatasan alat utama sistem senjata, baik dari segi kualitas maupun kuantitas," kata Susaningtyas, Minggu 2 Juni 2013. Atas dasar itu, komponen cadangan--dalam hal ini warga negara-- menjadi pendukung utama TNI.

Meski demikian, Susaningtyas mengakui tidak mudah memosisikan komponen cadangan tersebut dalam situasi global. Ketersediaan sarana dan prasarana, regulasi serta sinergi kebijakan antara lembaga pengelola negara sangat dibutuhkan dalam memadukan kekuatan komponen cadangan sebagai bagian dari sistem pertahanan negara.

Selain itu, lanjutnya, pelaksanaan fungsi pertahanan negara merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa dan negara. TNI sebagai komponen utama yang didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung.

Dengan demikian, warga negara berkewajiban menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan dari ancaman. Ancaman tersebut bersifat militer dan nonmiliter, bersifat internal maupun eksternal, fisik dan nonfisik serta bersifat multidimensional, meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya.

Apalagi, kata dia, dalam era globalisasi, kualitas ancaman semakin meluas dan melampui wilayah internal negara. Ancaman pertahanan keamanan bersifat eksternal terkait dengan kejahatan internasional, berupa terorisme, imigran gelap, bahaya narkotika, pencurian kekayaan alam, bajak laut perusakan lingkungan, agresi maupun pelanggaran wilayah.

Sumber : Viva.co.id
Ilustrasi foto : U.S. Marine Corps/Lance Cpl. Ronald K. Peacock